KAJIAN KRITIS UNTUK ALBANI
الألباني يمنع سنة الجمعة القبلية قبل الجمعة و بعد الأذان بحجة أنها بدعة

Al-Albaniy Melarang Shalat Sunnah Qobliyah Jum’at Sebelum Jum’at Setelah Adzan dengan Alasan Itu adalah Bid’ah
Dalam
masalah ini Al-Albaniy menentang hadits-hadits sohih, hingga dia
melarang shalat sebelum Jum’at dengan argumen yang mengatakan bahwa hal
tersebut adalah bid’ah dan sungguh bertentangan dengan as-Sunnah. Dia
telah berkata:
“Sesungguhnya
shalat yang dimaksud antara adzan yang disyariatkan dan adzan yang
dibuat-buat, yang mereka beri nama shalat sunnah Jum’at qobliyah tidak
ada dasarnya dalam as- Sunnah dan tidak seorang pun dari para sahabat
dan para imam yang mengatakannya” (Lihat kitabnya yang diberi nama
Al-Ajwibah An-Nafi’ah halaman 41).
Jawaban:
Al-Hafizh Zainuddin Al-Iroqiy dalam Syarah At-Tirmidziy telah menyebutkan, sesungguhnya Al-Khul’iy meriwayatkan dalam fawaidnya dari Ali bin Abu Tholib r.a.,
“Bahwa
sesungguhnya Rasulullah s.a.w. telah shalat sebelum Jum’at empat rakaat
dan sesudahnya empat rakaat”. Sanadnya bagus sebagaimana yang telah
disebutkan oleh Waliyuddin Al-Iroqiy (Lihat Thorhu At-Tastriib fii
Syarhi At Taqriib, 3/42).
Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam
“Talkhishu Al-Habiir” berkata: “Faedah dalam (masalah shalat) sunnah
Jum’at yang sebelumnya Ar- Rofi’iy tidak menyebutkan hadits. Hadits yang
paling sohih dalam masalah ini adalah apa yang telah diriwayatkan oleh
Ibnu Majah (Talkhishu Al-Hobiir, 2/74) dari Daud bin Rosyid dari Hafshin
bin Ghiyast dari Al-A’mas dari Abu Soleh dari Abu Hurairoh dari Abu
Sofyan dari Jabir. Mereka berdua berkata, “Telah datang Sulaik
Al-Ghotofani sedangkan Rasulullah s.a.w. dalam keadaan berkhotbah
kemudian beliau bersabda kepadanya:
أصلّيت ركعتين قبل أن تجيء؟
“Apakah kamu sudah shalat sebelum kamu datang?”
Dia berkata, “Tidak”. Beliau bersabda:
فصلّ ركعتين وتجوّز فيهما
“Maka shalatlah dua rakaat dan lakukanlah dengan ringan”.
Al-Majdu Ibnu Taimiyah dalam Al-Muntaqo berkata: sabda Rasulullah “sebelum kamu datang” adalah dalil bahwa sesungguhnya 2 rakaat itu adalah (shalat) sunnah Jum’at yang sebelumnya bukan (shalat) tahiyyatul masjid.
Al-Majdu Ibnu Taimiyah dalam Al-Muntaqo berkata: sabda Rasulullah “sebelum kamu datang” adalah dalil bahwa sesungguhnya 2 rakaat itu adalah (shalat) sunnah Jum’at yang sebelumnya bukan (shalat) tahiyyatul masjid.
Al-Maziyu mengomentarinya, bahwa sesungguhnya yang betul:
أصلّيت ركعتين قبل أن تجليس؟
“Apakah kamu sudah shalat sebelum kamu duduk ? ”
Maka
sebagian perawi berpendapat, dia salah membacanya. Dalam riwayat Ibnu
Majah dari Ibnu Abbas disebutkan: “Nabi s.a.w. pernah shalat sebelum
Jum’at 4 rakaat, di antara 4 rakaat itu beliau tidak memisahkannya
dengan sesuatu apapun”, sanadnya sangat lemah. Dalam bab yang sama, dari
Ibnu Mas’ud dan Ali r.a. dari riwayat Ath-Thobroniy dalam “Al-Ausath”. .
Al-Hafizh Waliyuddin Al-Iroqiy berkata
tentang hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Hurairoh
r.a.: “Ibnu Majah telah meriwayatkannya dalam sunannya dengan sanad yang
sohih” (Lihat Thorhu At-Tastriib fii Syarhi At Taqriib, 3/42).
Dia berkata dari hadits Jabir yang telah diriwayatkan juga oleh Ibnu Majah :
“Ayahku berkata (yakni Al-Hafizh Abdurrohim Al-Iroqiy) semoga Allah
merahmatinya, berkata dalam syarah At-Tirmidziy: Dan sanadnya sohih”.
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Fathu al-Bariy, 2/426: “Dalam
masalah shalat sunnah Jum’at sebelum Jum’at, sebelum ada beberapa
hadits dho’if yang lainnya, yang diriwayatkan di antaranya dari Abu
Hurairoh, diriwayatkan oleh Al-Bazzar dengan lafal:
كان يصلّي قبل الجمعة ركعتين وبعدها أربعا
“Nabi s.a.w. pernah shalat sebelum Jum’at dua rokaat dan sesudahnya 4 rakaat”.
Dalam sanad hadits ini ada kedhoifan”. Kemudian dia berkata:
“Dari
Ibnu Mas’ud juga At-Thobroniy meriwayatkan seperti itu. Pada sanadnya
ada kedhoifan dan inqitho’ (di salah satu celah sanadnya ada salah
seorang perawinya selain sahabat yang gugur atau tidak disebut),
Abdurrozzak meriwayatkannya dari Ibnu Mas’ud secara mauquf (hadits yang
hanya disandarkan kepada sahabat tidak sampai kepada Rasulullah), dan
ini yang benar. Ibnu Sa’ad meriwayatkan dari Shofiyah istri Nabi s.a.w.,
meriwayatkan secara mauquf seperti hadits Abu hurairoh.” (Fathu Al
Bariy, 2/426)
Hadits
Ibnu Mas’ud yang mauquf telah diriwayatkan oleh Abdurrozzak dalam
karangannya dari Ma’mar, dari Qotadah: “Bahwa sesungguhnya Ibnu Mas’ud
r.a. pernah shalat sebelum Jum’at 4 rakaat dan sesudahnya 4 rakaat”
(Mushonnaf Abdurrozak, 3/247). Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Talkishu
Al-Habiir, 2/74 mengatakan hadits ini sohih. Ibnu Abi
Syaibah dalam Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah, 1/463 telah meriwayatkan bahwa
sesungguhnya Ibnu Mas’ud telah shalat sebelum Jum’at 4 rakaat.
Abdurrozzak juga meriwayatkan bahwa sesungguhnya Ibnu Mas’ud pernah
memerintahkan untuk shalat 4 rakaat sebelum Jum’at (Lihat Mushonnaf
Abdurrazak, 2/427). Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Ad-Diroyah fii takhriiji
Ahadiitsi Al-Hidayah hal. 218 berkata: “Para perawinya tsiqoot”.
Abu Daud, Ibnu Hibban dan selain mereka meriwayatkan dari Nafi’ dia berkata: “Ibnu
Umar pernah memperpanjang shalat sebelum Jum’at dan shalat 2 rakaat
sesudahnya di rumahnya. Dia menceritakan bahwa sesungguhnya Rasulullah
s.a.w. pernah melakukan hal itu”. (HR. Abu Daud dalam susunannya:
kitab sholat bab shalat setelah Jum’at, Ibnu Hibban dalam shohihnya,
Al-Ihsan 4/84 dan Ibn Khuzaimah dalam shohihnya 3/168, serta Ahmad dalam
musnadnya, 2/103).
Ibnu Sa’ad dalam
“Ath-Thobaqoot” 4/491 telah meriwayatkan dari Yazid bin Harun dari
Hammad bin Salamah dari Shoofiyah, dia telah mendengar darinya dan
berkata, “Saya telah melihat Shofiyah binti Haiyiy shalat 4 rakaat
sebelum keluarnya Imam dan dia shalat Jum’at bersama dengan Imam dua
rokaat”.
Ibnu Abi Syaibah telah meriwayatkan dari Abu Majaz, bahwa
sesungguhnya
dia pernah shalat di rumahnya 2 rakaat pada hari Jum’at. Dari Abdulloh
bin Thowus dari ayahnya sesungguhnya dia tidak datang ke masjid pada
hari Jum’at hingga shalat di rumahnya 2 rakaat. Dari Al-A’masy dari
Ibrohim, dia berkata, “Mereka telah shalat sebelum Jum’at 4 rakaat”, (Mushonnaf Ibnu Syaibah, 1/463).
Telah diriwayatkan dari Ibnu Umar, “Sesungguhnya
Rasulullah s.a.w. pernah shalat sebelum dhuhur 2 rakaat dan sesudahnya 2
rakaat, setelah maghrib 2 rakaat di rumahnya, setelah isya’ 2 rakaat
dan beliau pernah tidak shalat setelah Jum’at hingga pulang, kemudian
shalat 2 rakaat” (HR. Bukhori dalam shohihnya di bawah bab shalat setelah Jum’at dan sebelumnya)
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata (dalam Fathu Al Bariy 2/426):
“Dia
tidak menyebutkan sesuatu apapun dalam masalah shalat sebelumnya, yakni
sebelum Jum’at. Ibnu Al-Munir berkata dalam Al-Hasyiyah, seakan-akan
dia berkata, pada asalnya antara dhuhur dan Jum’at adalah sama. Sehingga
ada dalil yang menunjukkan atas yang kebalikannya karena sesungguhnya
itu adalah pengganti dhuhur. Dia berkata bahwa perhatiannya dengan hukum
shalat setelah Jum’at lebih banyak. Oleh sebab itu dia menyuguhkannya
dalam keterangannya yang berbeda dengan kebiasaan dalam mengedepankan
qobliyah dan ba’diyah”.
Kemudian dia berkata :
“Ibnu
At-Tin berkata: tidak pernah terjadi penyebutan shalat sebelum Jum’at
dalam hadits. Barangkali Al-Bukhoriy ingin menetapkannya, diqiyaskan
(dianalogikan) kepada dhuhur. Az-Zain Ibnu Al-Munir menguatkannya, bahwa
sesungguhnya yang dimaksud sama, antara Jum’at dan dhuhur dalam masalah
hukum shalat sunnahnya, sebagaimana kesamaan antara imam dan ma’mum
dalam kedudukan hukum. Dan yang demikian itu menuntut, bahwa
sesungguhnya shalat sunnah untuk mereka berdua adalah sama. Dan yang
tampak, sesungguhnya Al- Bukhoriy memberi isyarat kepada apa yang telah
terjadi di dalam kaitan hadits bab tersebut, yaitu apa yang diriwayatkan
oleh Abu Daud dan Ibnu Hibban dari jalan Ayyub, dari Nafi’. Lalu ia
berkata: Ibnu Umar pernah memperpanjang shalat sebelum Jum’at dan shalat
sesudahnya 2 rakaat di rumahnya dan dia menceritakan bahwa sesungguhnya
Rasulullah s.a.w. pernah melakukan hal itu. Imam An-Nawawiy berhujjah
dengan hadits ini dalam Al-Kholashoh, atas penetapan shalat sunnah
Jum’at sebelumnya”.
Az-Zaila’iy berkata (dalam Nasbu Ar-Royan Liahaditsi Al-Hidayah, 2/207):
“Asy-Saikh
Muhyiddin An-Nawawiy dalam bab ini tidak pernah meyebutkan selain
hadits Abdulloh bin Mughoffal, bahwa sesungguhnya Nabi s.a.w..bersabda:
بين كلّ أذانين صلاة
“Antara setiap dua adzan ada shalat”. (H.R. Bukhoriy dan Muslim).
Dia
menyebutnya dalam kitab shalat dan hadits Nafi’ juga menyebutkan, dia
berkata: “Ibnu Umar pernah memanjangkan shalat sebelum Jum’at dan
sesudahnya shalat 2 rakaat di rumahnya dan dia menceritakan bahwa
sesungguhnya Rasulullah s.a.w. melakukan hal itu”. Dia berkata, “Abu
Daud telah meriwayatkannya dengan sanad atas syarat Al-Bukhoriy”. Dan
sunnah Jum’at telah disebutkan oleh penyusun kitab tersebut di masalah
i’tikaf. Lalu dia berkata, “Shalat sunnah itu sebelum Jum’at 4 rakaat
dan sesudahnya 4 rakaat. Dia memberi isyarat kepadanya dalam menjangkau
yang fardhu”, kemudian dia berkata: “Andai kata telah qomat dan dia
dalam dhuhur atau Jum’at maka dia hendaknya memotong di ujung dua
rakaat, dikatakan, “Hendaknya dia menyempurnakannya”.
Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam
Fathu Al Bariy 2/426 berkata bahwa hadits paling kuat yang dapat
dijadikan pegangan disyariatkannya 2 rakaat sebelum Jum’at, adalah
keumuman hadits yang menurut Ibnu Hibban sohih dari hadits Abdulloh bin
Az-Zubair secara marfu’ (hadits yang disandarkan langsung kepada Nabi
s.a.w.):
ما من صلاة مفروضة إلّا وبين يدين يديها ركعتان
“Tidak
ada shalat fardhu (wajib) kecuali di antara dua sisinya ada dua rakaat
shalat”. (HR. Ibnu Hibban dalam Shohihnya, Al-Ihsan, 4/77-78)
Dan yang sepertinya, hadits Abdulloh bin Mughoffal yang telah lewat dalam waktu shalat maghrib:
Dan yang sepertinya, hadits Abdulloh bin Mughoffal yang telah lewat dalam waktu shalat maghrib:
بين كلّ أذانين صلاة
“Antara tiap dua adzan ada shalat (sunnah)”. (Lihatlah Al-Ihsan bitartiibi Ibni Hibban, 2/48-49 dan 7/523.)
Ibnu Al-Arobiy Al-Malikiy dalam syarah At-Tirmidziy 2/132 berkata: “Dan adapun shalat sebelumnya, yakni Jum’at, maka sesungguhnya boleh”.
Abdurrohman Syaroful Haq Al-Azhim Abadiy berkata yang konteksnya sebagai berikut: “Dan hadits itu (yakni hadits Ibnu Umar menunjukkan disyariatkannya shalat sebelum Jum’at. Yang melarangnya tidak berpegangan kecuali dengan hadits yang melarang shalat waktu zawal (yakni sebelum masuk waktu zhuhur). Padahal keumuman hadits itu dikhususkan dengan hari Jum’at. Tidak ada hadits yang menunjukkan larangan shalat sebelum Jum’at secara mutlak. Puncak pembahasan larangan shalat pada waktu zawal itu bukan merupakan arena perbantahan. Walhasil, singkat cerita sesungguhnya shalat sebelum Jum’at secara umum dianjurkan” (Aunu Al-Ma’bud alaa Sunani Abi Daud, 1/438)
Abdurrohman Syaroful Haq Al-Azhim Abadiy berkata yang konteksnya sebagai berikut: “Dan hadits itu (yakni hadits Ibnu Umar menunjukkan disyariatkannya shalat sebelum Jum’at. Yang melarangnya tidak berpegangan kecuali dengan hadits yang melarang shalat waktu zawal (yakni sebelum masuk waktu zhuhur). Padahal keumuman hadits itu dikhususkan dengan hari Jum’at. Tidak ada hadits yang menunjukkan larangan shalat sebelum Jum’at secara mutlak. Puncak pembahasan larangan shalat pada waktu zawal itu bukan merupakan arena perbantahan. Walhasil, singkat cerita sesungguhnya shalat sebelum Jum’at secara umum dianjurkan” (Aunu Al-Ma’bud alaa Sunani Abi Daud, 1/438)
Kemudian
dia berkata : “Saya berkata, hadits Ibnu Umar yang keterangannya telah
disampaikan oleh An-Nawawiy dalam “Al- Kholashoh”, sohih menurut syarat
Al-Bukhoriy”. Al-Iroqiy dalam syarah At-Tirmidziy berkata: “Sanadnya
sohih”. Al-Hafizh Ibnu Al- Mulaqqin dalam risalahnya berkata: “Sanadnya
sohih secara pasti”. Ibnu Hibban meriwayatkannya dalam sohihnya”. (Aunu Al-Ma’bud alaa Sunani Abi Daud, 1/439)
Cukuplah
beberapa contoh perbuatan sahabat besar Ibnu Mas’ud, Ibnu Umar dan
Ummul mukminin Shofiyah binti Hayyiy r.a. untuk mensyariatkan shalat 2
rakaat sebelum Jum’at dan perbuatan Abu Majlaz (Lahiq bin Hamid) tabiin
besar, Thowas bin Kaisan Al-Yamani, salah seorang pembesar (murid-murid
Ibnu Abbas r.a.) dan termasuk para pemuka tabi’in serta para tsiqohnya
(orang yang dipercaya telah meriwayatkan hadits-hadits sohih seperti
Al-Bukhoriy dan Muslim) dan Ibrahim bin Yazid An-Nakho’iy, dia adalah
tabi’in yang tsiqoh dan mufti penduduk Kufah pada masanya serta iqror
(penetapan) Sufyan Ats-Tsauriy dan Ibnu Al-Mubarok yang keduanya adalah
termasuk para pembesar ulama’ yang amilin (yang mengamalkan ilmu). Cukup
juga rasanya ungkapan sohih yang diutarakan oleh Al- Hafizh Ats-Tsiqoh
Ats-Tsabit (orang yang kredibel dari segi keilmuan) Az-Zain Al-Iroqiy
guru Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolaniy dan yang lain-lain di bidang
hadits.
Dalam
penutup sanggahan kami, kami sampaikan kepada Nasiruddin Al-Albaniy.
Kami katakan kepadanya: “Kamu telah bertentangan dalam masalah ini
dengan pimpinanmu Al-Harroniy yang Anda sebut sebagai syaikhul Islam
yang telah membolehkan shalat sunnah sebelum Jum’at. Dia berkata:
“Barang siapa yang melakukan itu tidak dapat disalahkan” sebagaimana
yang dinukil sohibul Inshaf Al-Hanbaliy darinya (Al-Inshoof, 2/402).
Dari
sanggahan yang ringkas ini, telah nyata disyariatkan shalat sunnah
sebelum shalat Jum’at dari penuturan ahli ilmu dan pengetahuan. Dan
dengan ini kami telah menyalahkan perkataan Al-Albaniy yang mengatakan
shalat sunnah qobliyah Jum’at tidak ada dasarnya dalam sunnah yang
sohih.
Dengan ini maka tampaklah keplinplanan dan perbedaan antara Al-Albaniy dan pimpinannya Al-Harroniy Ibnu Taimiyah!
No comments:
Post a Comment