Wednesday 19 February 2014

Pemuda & Satu Buah Apel

Alkisah, pada kurun pertama Hijriyyah, hiduplah seorang pemuda bertakwa yang dihimpit oleh kemiskinan dan kefaqiran. Suatu hari pemuda ini keluar gubuk demi mencari sesuatu yang bisa mengganjal perutnya dari rasa lapar. Namun tak ada yang bisa ia peroleh. Sampai sebuah kebun yang menggoda selera, menghentikan langkahnya. Sebuh kebun yang lebat dengan pepohonan apel dengan ranting-ranting buahnya yang menjuntai di balik tembok. Tiba-tiba dia melihat sebutir apel jatuh dari tangkainya...

Terbetik bisikan dari sudut hatinya yang mendorong dan merayu untuk mengambil... “ Tidak ada yang melihat, juga tidak akan ada yang menyadari bahwa kebun apel yang lebat tersebut telah jatuh satu apel dari sekian banyak buahnya”, demikian bisikan itu menggodanya. Pemuda itu pun menunaikan bisikan tersebut. Satu buah apel yang jatuh dari tangkainya itu diambil, seraya duduk, ia melahap apel tersebut demi menghilangkan rasa lapar yang seakan mengoyak-ngoyak perutnya...

Manakala ia telah kembali ke gubuknya yang sederhana, sekonyong-konyong rasa sesal menjejali dadanya. Teringatlah ia bahwa mulutnya telah menelan sesuatu yang bukan menjadi haknya. Demikianlah selayaknya keadaan hati seorang pemuda yang beriman, senantiasa memonitor dan mengintrospeksi diri. “Bagaimana engkau tega memakan apel ini, sementara ia adalah milik seseorang yang belum mengijinkanmu untuk memakannya...???”

Pada keesokan harinya, pemuda ini mencari si pemilik kebun sampai ia bertemu dengannya. Ia berkata kepada pemilik kebun: “Wahai paman, kemarin, aku ditimpa oleh rasa lapar yang sangat menyakitkan. Akhirnya aku memakan sebiji apel dari kebunmu yang jatuh dari tangkainya tanpa sepengetahuanmu, dan sekarang aku memohon kerelaanmu atasnya.” Si pemilik kebun pun menjawab: “Demi Allah, aku tidak rela. Bahkan aku akan menuntutmu kelak di hari kiamat di hadapan Allâh....”

Pemuda tersebut lantas menangis terisak-isak. Terus menerus ia meminta kerelaan si pemilik kebun, namun terus menerus pula si pemilik kebun enggan merelakannya. Kembali ia berkata: “Wahai paman, aku siap untuk melakukan apa saja, asalkan engkau mau merelakan dan menghalalkan sebiji apel tersebut untukku.” Berulang kali pemuda ini mengutarakan harapan dan keinginannya, hanya saja si pemilik kebun selalu menolak dan menjauh. Tinggallah pemuda tersebut di rumahnya dalam kesedihan dan penyesalan yang mendalam, dihantui oleh rasa takut hari pengadilan di hadapan Allah...

Suatu hari di masjid, setelah shalat berjama’ah, pemuda tersebut seperti biasa kembali menunggu si pemilik kebun. Kebetulan mereka berdua selalu shalat di masjid yang sama. Namun kali ini, selepas shalat Ashar, si pemilik kebun yang lebih dulu melihat pemuda itu duduk termenung bersama air mata yang terus-menerus mengalir di wajahnya. Tampak wajah itu semakin bercahaya di samping cahaya ketakwaan dan ilmu yang sebelumnya memang sudah tampak dari pemuda tersebut....

Kembali pemuda ini mencoba berbicara kepada si pemilik kebun: “Wahai paman, saya rela untuk bekerja di kebun ini tanpa upah seumur hidupku, atau aku siap melakukan urusan apa saja yang engkau inginkan, asalkan engkau menghalalkan sebiji apel yang aku makan”. Si pemilik kebun terdiam, tampak ia tengah berpikir, ia pun berkata: “Wahai nak, sekarang aku siap untuk merelakan buah itu untukmu, namun dengan satu syarat”. Sang pemuda tampak gembira sekali, wajahnya seketika berbinar-binar. Dengan penuh kebahagiaan ia berucap: “sebutkan apa saja syarat yang engkau inginkan wahai paman…!!” Si pemilik kebun berkata: “persyaratanku adalah, engkau menikah dengan putriku.”

Seketika pemuda itu kaget dan terhenyak mendengar jawaban si pemilik kebun. Belum pula rasa kaget itu hilang, si pemilik kebun melanjutkan ucapannya: “akan tetapi, nak.., putriku adalah wanita yang buta, tuli, bisu, ditambah lagi dia tidak bisa melangkah. Sejak dulu aku berusaha mencarikannya seorang suami yang sanggup menjaga dan menerimanya dengan segenap sifat yang aku sebutkan tadi. Jika engkau setuju, maka aku akan merelakan buah apel itu untukmu.”

Si pemuda kembali terhenyak untuk kedua kalinya, namun kali bukan kabar gembira bagi kebanyakan orang, ini adalah musibah kedua. Ia pun mulai berpikir bagaimana ia bisa hidup dengan seorang wanita cacat sementara ia sendiri adalah seorang pemuda yang masih belia dalam usia. Bagaimana mungkin wanita cacat lengkap seperti ini bisa mengurus dirinya dan mengurus rumah...???

Pemuda ini berbisik dalam hatinya: “aku akan bersabar bersamanya di dunia, yang penting aku bisa selamat di akhirat.” Lantas ia menemui si pemilik kebun: “wahai paman, aku menerima putrimu, aku memohon pada Allâh agar sudi memberiku ganjaran atas niatku, dan menggantikan apa yang menimpaku ini dengan yang lebih baik.” Si pemilik kebun berkata: “bagus… kalau begitu nak…, walimahnya pada hari Kamis pekan depan, di rumahku, dan aku sendiri yang akan menanggung biaya maharnya.”

Saat tiba hari Kamis, hari yang dijanjikan, datanglah pemuda ini dengan langkah yang berat…., membawa hati yang sarat akan kesedihan…, pikiran yang kacau…, tidak seperti umumnya pengantin yang melangkah di hari pernikahannya. Saat acara pernikahan selesai, si pemilik kebun yang baru saja menjadi Ayah mertuanya ini berkata: “Wahai nak…, silahkan masuk ke rumah untuk menemui istrimu. Semoga Allâh memberkahi kalian berdua, dan mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan.” Sang Ayah mengambil tangan menantu, dan mengantarkannya ke kamar pengantin, di mana putrinya telah menunggu....

Manakala pemuda ini membuka pintu, ternyata dia mendapati seorang wanita yang sangat cantik jelita. Wanita itu berjalan mendekatinya seraya mengucap salam, “Assalâmu’alaikum warahmatullâhi wahai suamiku..” Sekali lagi pemuda ini terkejut, seakan-akan ia melihat bidadari yang diturunkan dari surga. Ia masih terheran, karena putri si pemilik kebun yang ternyata sekarang telah menjadi istrinya ini, jauh berbeda dengan apa yang disifatkan oleh Ayahnya. Hal tersebut ia tanyakan pada istrinya. “Mengapa Ayahmu menyebutmu wanita yang buta, tuli, bisu, dan tidak bisa berjalan…???”

Sang istri menjawab: “yang dimaksudkan Ayahku adalah; aku buta dari yang haram, aku tidak pernah melihat apa-apa yang dibenci Allâh. Aku tuli dari yang haram, tidak pernah mendengarkan hal-hal yang dilarang. Aku ini bisu, tidak pernah berbicara yang diharamkan. Dan kakiku tidak pernah melangkah menuju tempat-tempat yang diharamkan...”

Sang istri lanjut bertutur: “aku ini sendiri, tidak memiliki saudara. Sudah bertahun-tahun lamanya Ayahku mencarikan aku seorang suami yang shalih. Manakala dia bertemu denganmu, saat engkau menangis memohon kerelaan dari sebuah apel, Ayahku berkata:

أَنَّ مَنْ يـَخَافَ مِنْ أَكْلِ تُفَّاحَةٍ لَاتَحِلُّ لَهُ؛ حَرِيٌّ بِهِ أَنْ يَـخَافَ اللهَ فِـي ابْنَتِي

“Seorang (pemuda) yang takut karena (tidak menjaga diri dari memakan) sebuah apel yang tidak halal baginya, tentu akan lebih takut kepada Allâh dalam menjaga putriku...”

Sang istri kembali berkata:

فَهَنِيئاً لِي بِكَ زَوْجاً وَهَنِيئاً لِأبِي بِنَسَبِكَ

“Selamat..!!! Atas diriku yang telah mendapatkan suami (berupa seorang pemuda bertakwa) sepertimu, selamat juga untuk Ayahku yang (Insya Allâh) akan mendapatkan keturunan dari pemuda shalih sepertimu...”


Demikianlah kisah yang indah ini berakhir, menyisakan untuk para pemuda banyak pelajaran yang berharga, di antaranya:

Pemuda yang tumbuh di atas ketaatan pada Allah, maka Allah akan senantiasa bersamanya, menolong dan memperbaiki keadaannya di dunia, dan kelak dia akan dinaungi oleh Allâh, di hari yang kosong dari naungan, kecuali naungan Allah semata....
Allâh akan memberikan kebahagiaan yang berlipat ganda, kepada pemuda yang bersabar. Dari kisah ini, seorang santri di pondok bisa mengambil ibrah bahwa kesabaran dalam kesempitan dan ketidaknyamanan tinggal di Pondok, kelak akan dibalas oleh Allah dengan anugerah di dunia, belum lagi balasan di akhirat kelak......
Seorang ulama besar yang terkenal di seluruh dunia, biasanya lahir dari keturunan pemuda-pemuda yang bertakwa. Karena dikisahkan bahwa pasangan suami-istri dalam kisah di atas, melahirkan Imam Abu Hanifah ke dunia, Imam madzhab yang tersohor akan keilmuan dan kecerdasannya....

Tuesday 18 February 2014

Bangunlah Dar Tidurmu


Dunia ini dan segala isinya bersifat fana, artinya akan musnah atau hancur pada saat nanti. Sehebat apapun manusia untuk mempertahankan dirinya dengan menjaga kesehatan agar ia bisa hidup lama di dunia ini, pasti maut juga akan datang menjemputnya. Begitu pula halnya sebesar apapun dirinya untuk menjaga tubuhnya agar tetap awet muda, baik dengan kosmetik, operasi plastik dll, tentu dia tidak bisa menghindar dari bertambahnya umur. Semakin lama ia hidup di dunia atau semakin bertambah umurnya di dunia pada hakikatnya semakin dekat ia kepada kematian. Akan tetapi banyak yang tidak sadar, dengan seiringnya waktu dan umurnya pun semakin bertambah malah membuat ia lupa bahwa kematian sedang menghampirinya tanpa ia ketahui. Karena itu tanda orang yang lalai dari kematian adalah semakin bertambah umurnya semakin ia tidak merenungi akan dirinya bahwa suatu saat entah besok atau lusa, minggu depan atau bulan depan ia akan mati. Seiring dengan itu di hari kelahirannya atau yang biasa di sebut dengan ulang tahun dengan bangganya ia bawa dirinya foya-foya, hura-hura, bersuka ria dengan gembiranya. Ada yang melaksanakannya dirumah, di hotel-hotel, di gedung, restoran, kafe, bahkan ada yang merayakannya ke tempat–tempat hiburan malam seperti diskotik, karaoke & pub dsb.

Akan tetapi lain halnya mereka yang mengerti akan hakikat kehidupan, bahwa tidak lah ia hidup di dunia ini melainkan hanya sementara semakin bertambah umurnya semakin dekat ia akan kematian maka mereka tidak akan membanggakan dirinya dengan perayaan–perayaan yang melampaui batas. Justru ia bawa dirinya kepada hal–hal yang mendekatkan dirinya kepada Tuhannya. Kalau pun juga ia mengadakan suatu perayaan hanyalah sebatas rasa syukur ia kepada Tuhannya dengan dianugrahkan Nya rahmat dan nikmat atas dirinya.
Hidup di dunia tidak lain seperti seorang pengembara yang pergi ke suatu tujuan lalu berhenti sebentar di bawah pohon untuk beristirahat. Tentu ia tidak selamanya berhenti, pasti ia akan meneruskan perjalanannya untuk mencapai tujuan yang di inginkannya.

Begitulah halnya hidup di dunia, hanya sebatas tempat peristirahatan ruh untuk memulihkan daya ingatnya kepada Tuhannya. Dan ia jaga dirinya di dalam peristirahatan itu agar ia tidak tertidur atau terlena, karena kalau sampai ia tertidur maka ia akan hanyut di dalam bayangan-bayangan (mimpi) yang semakin membuatnya terlupa kepada tujuan nya yang sebenarnya.
Bayangan–bayangan (mimpi) itu adalah segala keadaan yang ada di dalam kehidupan dunia ini, yang dinyatakan Allah dalam firman Nya sebagai permainan dan senda gurau.

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”. (QS, Al – Hadiid : 20)

Di ayat yang lain Allah pun menegaskan :

وَمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui”. (QS, Al – ‘Ankabuut : 64)
Karena itu sudah sepantasnyalah kita bangun kan diri kita dari kelalaian yang mungkin selama ini kita terlena di dalam kehidupan dunia sehingga membuat kita lupa kepada tujuan hidup yang sebenarnya yaitu Allah SWT.

Orang yang hatinya hidup atau terbuka adalah mereka yang apabila di ingatkan tentang kebenaran, mereka mau mendengarkan dan mau merenungkannya serta bangun dari kelalaiannya selama ini.....

Perginya Arwah Setelah Mati



وسئل ابو بكر رضى الله تعالى عنه عن الارواح حين تخرج من الاجساد اين
تذهب؟
قال فى سبعة مواضع
اما ارواح الانبياء والمرسلين فمقرها جنات عدن
واما ارواح العلماء فمقرها جنات الفردوس
واما ارواح السعداء فمقرها جنات عليين
واما ارواح الشهداء فتطير مثل الطيور فى الجنة حيث شاءت
واما ارواح المؤمنين المذنبين فتكون معلقة فى الهواء لا فى الارض ولا فى السماء الى يوم القيامة
واما ارواح اولاد المؤمنين فتكون فى جبل من المسك
واما ارواح الكافرين فى سجين يعذبون مع اجسادهم الى يوم القيامة

Abu Bakar RA ditanya tentang arwah-arwah ketika keluar dari jasadnya, kemanakah perginya...??
Meliau menjawab, ada 7 tempat :
1. Adapun arwah para nabi dan rosul tempatnya adalah surga adnin
2. Adapun arwah para ulama' tempatnya adalah surga firdaus
3. Adapun arwah para su'ada' (khusnul khotimah) tempatnya adalah surga illiyyin
4. Adapun arwahnya orang-orang mati syahid maka arwahnya berterbangan sebagaimana burung dan menuju dalam surga kapan ia mau
5. Adapun arwahnya orang-orang mukmin yang berdosa maka bergelantungan diudara,tidak dibumi dan tidak dilangit sampai hari kiamat
6. Adapun arwah para anak-anak orang mukmin tempatnya digunung yang terbuat dari misik
7. Adapun arwahnya orang-orang kafir itu dineraka sijjin dan disiksa beserta jasad2nya sampai hari kiamat

( Durrotun Nasihin hal 179-180 cetakan darul fikr )

Arwah anak-anak orang muslim menurut banyak keterangan termasuk yang dinyatakan oleh Imam Syafi’i berada disurga menempat diperut burung pipit yg berdiam diri dilentera-lentera dan digantungkan di ‘Arsy, ada juga keterangan bahwa mereka berada dibawah gunung MISIK disurga....

الجنة و النار و فقد الاولاد 4
للإمام جلال الدين السيوطي

و سئل بعض العلماء عن الأرواح بعد الموت ، فقال إن روح الأنبياء في جنة عدن و أرواح الشهداء في الفردوس وسط الجنة في حواصل طيور خضر يطيفون في الجنة حيث شاءوا و أرواح أولاد المؤمنين في حواصل عصافير الجنة عند جبال المسك و أرواح أولاد المشركين يترددون في الجنة ليس لهم مكان مخصوص و ارواح الذين عليهم دين و يأكلون أموال الناس بالباطل معلقة في الهواء لا تصل إلى الجنة و لا إلى السماء ، و أرواح فساق الكفار تعذب في القبر مع الجسد ، و أرواح المنافقين في نار جهنم .

Sebagian Ulama ditanya tentang keberadaan arwah setelah meninggal, beliau menjawab :
“ Sesungguhnya arwah para nabi berada disurga Adn, arwah para syuhada disurga firdaus menempat pada perut burung hijau yang berlalu lalang mengelilingi surga, arwah para anak-anak orang muslim dalam perut burung pipit surga berada dibawah gunung MISIK, arwah para anak-anak orang musrik berputar-putar disurga namun tiada punya tempat khusus untuk menetap, arwah orang-orang yang memiliki tanggungan hutang, memakan harta orang lain dengan bathil digantungkan diangkasa dan tiada pernah sampai ke surga dan langit, arwah orang-orang fasik yang kafir disiksa dalam kubur mereka dan arwah-arwah orang munafik berada dineraka jahannam ”.

ولابن منده عن ابن شهاب قال: بلغني أن أرواح الشهداء في أجواف طير خضر معلقة بالعرش، تغدو ثم تروح إلى رياض الجنة، تأتي ربها ولابن أبي حاتم عن ابن مسعود قال: إن أرواح الشهداء في أجواف طير خضر في قناديل تحت العرش، تسرح في الجنة حيث شاءت، ثم ترجع إلى قناديلها، وإن أرواح ولدان المؤمنين في أجواف عصافير، تسرح في الجنة حيث شاءت .

Dari Ibn mandah dari Ibn Syihab, beliau berkata :
“ Arwah para syuhada berada dalam perut burung hijau yang digantungkan di ‘Arsy, sembari menikamati makanan dan istirahat damai di taman surga dan mendatangi Tuhannya”

Sedang Ibn Hatim meriwayatkan dari Ibn Mas’ud ra, ia berkata :
“ Arwah para syuhada berada dalam perut burung hijau yang digantungkan dalam lentera-lentera ‘Arsy, mereka dapat keluar masuk dari tempat kediamannya sesuka hati, sedang arwah para anak-anak orang mukmin berada pada perut burung-burung pipit, mereka juga dapat keluar masuk dari tempat kediamannya sesuka hati ”.

Dalam keterangan kitab lain terdapat tambahan keterangan bahwa arwah mereka dibawah naungan Nabi Ibrahim As dan Sarah yang kelak dihari kiamat dikembalikan pada orang tua mereka masing-masing...

ملخص لكتاب شرح الصدورفي شرح حال الموتى والقبور للسيوطي
-وأما عن مقر الأرواح......و أولاد المؤمنين ففي جبل في الجنة يكفلهم إبراهيم وسارة حتى يردهم لآبائهم يوم القيامة.

Sedang tempat keberadaan arwah...
Arwah anak-anak orang mukmin berada dibawah gunung yang ada disurga, diasuh oleh Nabi Ibrahim dan Sarah hingga dikemudian datangnya hari kiamat dikembalikan pada orang tua mereka masing-masing, mereka juga dapat keluar masuk dari tempat kediamannya sesuka hati”.

أرواح ذراري المسلمين في أجواف طير خضر تسرح في الجنة يكلفهم أبوهم إبراهيم فيدل هذا أنهما خلقنا
وكذلك نص الشافعي عن السلف على أن أطفال المسليمن في الجنة
وجاء صريحا عن السلف على أن أرواحهم في الجنة كما روى الليث عن أبي قيس عن هذيل عن ابن مسعود قال : إن أرواح الشهداء في أجواف طير خضر تسرح في الجنة حيث شاؤوا وإن أرواح أولاد المسلمين في أجواف عصافير تسرح بهم في الجنة حيث شاءت فتأوي إلى قناديل معلقة في العرش خرجه ابن أبي حاتم

Arwah para anak-anak orang mukmin berada pada perut burung-burung hijau di surga, mereka keluar masuk disurga berada dibawah asuhan Nabi Ibrahim AS, demikian juga pernyataan Imam Syafi’i dari sumber Ulama Salaf menyatakan sesungguhnya arwah anak-anak orang muslim berada disurga sebagaimana riwayat al-Layts dari Abu Qais dari Hudzail dari Ibn Mas’ud ra yang menyatakan :
“ Arwah para syuhada berada dalam perut burung hijau yang digantungkan dalam lentera-lentera ‘Arsy, mereka dapat keluar masuk dari tempat kediamannya sesuka hati, sedang arwah para anak-anak orang mukmin berada pada perut burung-burung pipit, mereka juga dapat keluar masuk dari tempat kediamannya sesuka hati, mereka menempat pada lentera-lentera yang digantungkan di Arsy ”.
( Ahwaal al-Qubuur juz I hal 70 )

Wallohua'lam Bisshowab...

Istighfar


ﻣﻮﻋﻈﺔ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﻣﻦ ﺇﺣﻴﺎﺀ ﻋﻠﻮﻡ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺹ279

ﻭﺍﻋﻠﻢ ﺃﻧﻪ ﻟﻴﺲ ﻛﻞ ﺍﺳﺘﻐﻔﺎﺭ ﻧﺎﻓﻌﺎ ، ﻓﻔﻲ ﺧﺒﺮ " : ﺍﻟﻤﺴﺘﻐﻔﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﺬﻧﺐ ﻭﻫﻮ ﻣﺼﺮ ﻋﻠﻴﻪ ﻛﺎﻟﻤﺴﺘﻬﺰﺉ ﺑﺂﻳﺎﺕ ﺍﻟﻠﻪ " ﻭﻗﺎﻝ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﺴﻠﻒ " : ﺍﻻﺳﺘﻐﻔﺎﺭ ﺑﺎﻟﻠﺴﺎﻥ ﺗﻮﺑﺔ ﺍﻟﻜﺬﺍﺑﻴﻦ " ﻭﻗﺎﻟﺖ " ﺭﺍﺑﻌﺔ " : "ﺍﺳﺘﻐﻔﺎﺭﻧﺎ ﻳﺤﺘﺎﺝ ﺇﻟﻰ ﺍﺳﺘﻐﻔﺎﺭ ﻛﺜﻴﺮ "

ﻭﺫﻟﻚ ؛ ﻷﻥ ﺍﻻﺳﺘﻐﻔﺎﺭ ﺍﻟﺬﻱ ﻫﻮ ﺗﻮﺑﺔ ﺍﻟﻜﺬﺍﺑﻴﻦ ﻫﻮ ﺍﻻﺳﺘﻐﻔﺎﺭ ﺑﻤﺠﺮﺩ ﺍﻟﻠﺴﺎﻥ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﻟﻠﻘﻠﺐ ﻓﻴﻪ ﺵﺭﻛﺔ ، ﻛﻤﺎ ﻳﻘﻮﻝ ﺍﻹﻧﺴﺎﻥ ﺑﺤﻜﻢ ﺍﻟﻌﺎﺩﺓ ﻭﻋﻦ ﺭﺃﺱ ﺍﻟﻐﻔﻠﺔ " :ﺃﺳﺘﻐﻔﺮ ﺍﻟﻠﻪ ، " ﻭﻛﻤﺎ ﻳﻘﻮﻝ ﺇﺫﺍ ﺳﻤﻊ ﺻﻔﺔ ﺍﻟﻨﺎﺭ " :ﻧﻌﻮﺫ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﻣﻨﻬﺎ " ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺃﻥ ﻳﺘﺄﺛﺮ ﺑﻪ ﻗﻠﺒﻪ ، ﻭﻫﺬﺍ ﻳﺮﺟﻊ ﺇﻟﻰ ﻣﺠﺮﺩ ﺣﺮﻛﺔ ﺍﻟﻠﺴﺎﻥ ﻭﻻ ﺟﺪﻭﻯ ﻟﻪ ،

ﻓﺄﻣﺎ ﺇﺫﺍ ﺍﻧﻀﺎﻑ ﺇﻟﻴﻪ ﺗﻀﺮﻉ ﺍﻟﻘﻠﺐ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ - ﺗﻌﺎﻟﻰ - ﻭﺍﺑﺘﻬﺎﻟﻪ ﻓﻲ ﺳﺆﺍﻝ ﺍﻟﻤﻐﻔﺮﺓ ﻋﻦ ﺻﺪﻕ ﺇﺭﺍﺩﺓ ﻭﺧﻠﻮﺹ ﻧﻴﺔ ﻭﺭﻏﺒﺔ ، ﻓﻬﺬﻩ ﺣﺴﻨﺔ ﻓﻲ ﻧﻔﺴﻬﺎ ﻓﺘﺼﻠﺢ ﻷﻥ ﺗﺪﻓﻊ ﺑﻬﺎ ﺍﻟﺴﻴﺌﺔ ، ﻭﻋﻠﻰ ﻫﺬﺍ ﺗﺤﻤﻞ ﺍﻷﺧﺒﺎﺭ ﺍﻟﻮﺍﺭﺩﺓ ﻓﻲ ﻓﻀﻞ ﺍﻻﺳﺘﻐﻔﺎﺭ ﺣﺘﻰ ﻗﺎﻝ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ " : - ﻣﺎ ﺃﺻﺮ ﻣﻦ ﺍﺳﺘﻐﻔﺮ ﻭﻟﻮ ﻋﺎﺩ ﻓﻲ ﺍﻟﻴﻮﻡ ﺳﺒﻌﻴﻦ ﻣﺮﺓ "

Dan ketahuilah bahwa tidak setiap istighfar itu bermanfa'at / berguna. Di dalam sebuah khabar dinyatakan : " Orang yg meminta pengampunan dari sebuah dosa sementara dia berketetapan untuk terus melakukannya itu sebagaimana orang yg mempermainkan / meremehkan ayat2 Allah". Sebagian ulama salaf berkata : " Istighfar dg lisan merupakan taubat para pembohong". Dan Rabi'ah berkata : " Istighfarku membutuhkan istighfar yg banyak ".

Hal demikian itu karena istighfar yg merupakan taubatnya para pembohong adalah istighfar dilisan saja tanpa ada keterpaduan hati di dalamnya, seperti halnya kebiasaan manusia dan dalam keadaan lalai ia berucap : " AstaghfiruLlah ", dan seperti ucapannya ketika mendengar prihal neraka : " Na'udzu biLlah Minha ", tanpa ada keikutsertaan hati dg ucapannya tersebut. Hal demikian ini murni gerakan lisan dan tidak ada gunanya.

Sedangkan apabila kerendahan hati terhadap Allah bergabung dg lisan, serta kesungguhannya dalam meminta pengampunan dari sebuah kehendak yg sejati, tulusnya hati, dan keinginan, maka ini merupakan hal yg bagus, lantas patut hal buruk / jelek bisa tertolak dengannya. Dan hadits2 yg menjelaskan prihal keutamaan istighfar diarahkan terhadap konsep yg demikian tersebut, sehingga Nabi saw. bersabda : "Tidaklah terbilang berketetapan untuk terus melakukan dosa ialah orang yg meminta pengampunan (bertaubat nasuha) meskipun pada suatu hari dia kembali mengulanginya sebanyak tujuh puluh kali... "

Wallohua'lam Bisshowab

Risalatul Mahidh


بسم الله الرمن الرحيم .

Haidh

فالحيض هوالدم الخارج فى سن الحيض وهو تسع سنين قمرية من فرج المراَة على سبيل الصحة ومادونه فهو دم فساد

Adapun haid yaitu darah yg keluar dr farji wanita saat umur minimal 9 tahun Qomariyah, melalui jalan sewajarnya....

وللحيض خمسة عشراسما نظمها بعضهم بقوله:

Adapun Haid itu punya 15 nama yg terkumpul dalam nadhom :

للحيض عشرة اسماء وخنستها # حيض محيض مخاض طمث اكبار
طمس عراك فراك مع اذى ضحك #  درس نفاس قرء اعصار.

Haid punya 15 nama : haidun, mahidun, tomstun, ikbarun, tomsun, irokun, firokun, ma'a adan, dohkun, darsun, darosun, nifasun, qor'un, ikshorun

والذى يحيض من الحيوانات ثمانية نضمها بعضهم بقوله :

Adapun hewan yg mengalami Haid ada delapan.yg terkumpul dlm nadhom berikut :

يحيض من ذى الروح ضبع مراة # وارنبون وناقة وكلبه
خفاش الوزغة والحجرفقد # جاءت ثمانيا وهدا المعتمد

Adapun beberapa hewan yg haid antra lain dabh ( sejenis kadal padang pasir),maratun, kelinci, unta, anjing, kelelawar, cicak, kuda, dan kedelapan hewan diatas berdasarkan qoul yg mu'tamad....


Warna dan sifat darah Haid

 ولونه اسود محتدم لداع والحاصل ان الالوان خمسة اقواها السواد ثم الخمرة ثم الشفرة ثم الصفرة ثم الكدرة

Adapun warna haid itu pada dasarnya hitam pekat dan terasa menyakitkan... namun pada umumnya darah haid ada 5, yg paling kuat Hitam kemudian Merah, Kelabu, Kuning dan Keruh

وان الصفات غير الالوان اربعة الثخن اوالنتن اوهما اوالتجرد عنهما

Dan sesungguhnya Sifat Haid selain daripadawarnanya ada 4,yaitu :
1. Kental
2. Bau
3. Tidak ketal (encer) / tidak bau
4. Kental + Bau

فالاسود الثخين اقوى من غير الثخين والمنتن منه اقوى من غيرالمنتن والثخين المنتن اقوى من الثخين فقط اوالمنتن فقط. وكذا ايقال فى بقية الوان

Maka dari itu :

* Darah hitam kental lebih kuat dari darah hitam encer
* Darah hitam bau lebih kuat dari hitam tidak bau
* Darah yg kental dan bau lebih kuat drpd yg kental saja atau bau saja

Dan seperti itulah darah2 yg lainnya.....

Contoh:

Tanggal 1-5 keluar darah wrna hitam kental
Tanggal 6-20 darah hitam encer

Maka yg dihukumi haid adalah darah pada tgl 1-5 karen darah hitam kental lebih kuat daripada hitam encer...

وان استوت الصفات كاسود رقيق واحمر ثخين قدم السابق منها لقوته بالتقدم .

Dan apabila darah yg keluar sama kuat smisal:

Darah Hitam encer VS Darah Merah kental

Maka yg dihukumi haid adalah darah yg kluar pertama kali karena yg awal lebih kuat.

Penjelasan:

Contoh :

Tanggla 1-5 darah hitam encer
Tanggal 6-19 darah merah kental

Hitam encer VS Merah kental
Hitam VS Merah lebih kuat hitam
Encer VS Kental lebih kuat kental

Jadi antara hitam encer vs merah kental sama2 kuat, maka yg dihukumi haid adalah darah yg pertama keluar yaitu darah tgl 1-5


Paling sedikit / Banyaknya haid

واقل الحيض زمنا يوم وليلة اى مقدار ذلك وهو اربعة وعشرون ساعة على اتصال معتاد فى الحيض اذلوتخلله نقاء فالكل حيض اذا لم يجاوز خمسة عشر يوما ولم ينقص الدم عن اقل الحيض على قول السحب وهو المعتمد. وقيل ان النقاء طهر ويسمى قول اللقط

Adapun paling sedikitnya haid adalah 1 hari 1 malam ( 24 jam) dan apabila terdapat naqo ( suci) diantara 2 haid slama naqo kurang dr 15 hari maka dihitung Haid berdasarkan qoul Sahbi yg mu'tamad...
Namun menurut qoul Laqti naqo diantara 2 haid dihukumi suci ....

Contoh:
Tanggal 1-2 darah keluar merah
Tanggal 3-7 darah berhenti ( naqo/suci)
Tanggal 8-10 darah keluar lagi merah

Maaka tanggal 3-7 itulah yg disebut naqo ( suci) diantara haid... dan naqo yg kurang dr 15 hari maka tetap dihukumi haid... sehingga tanggal 3-7 tetap dihukumi haid ( tidak sholat, puasa dan jima')

Kesimpulannya dari contoh diatas haidnya adalah 10 hari....

Mnurut Qoul laqti naqo dianggab suci... sehingga tanggl 3-7 diwajibkan sholat dll, layaknya orang suci.
Kelemahan qoul ini:
Apabila anda sebgai wanita semisal jam 12 malam anda liat darah haid anda berhenti maka anda harus sgera mandi dan sholat isya'....

 واكثره خمسة عشر يوما بلياليها فاءن زد عليها فهو استحاضة وصورها سبعة لانها امامبتداة مميزة اومبتداة غير مميزة واما معتادة مميزة اومعتدة غير مميزة ذاكرة لعادتها قدرا ووقتا اوناسية لها قدرا ووقتا او ذاكرة للقدر دون الوقت اوالعكس وتسمى هذه المراة الناسية متحيرة.

Dan paling banyaknya haid adalah 15 hari 15 malam, apabila darah keluar melebihi kapasitas tersebut, maka dinamakan ISTIHADHOH.....

Darir segi keadaan orang yg istihadhoh dibagi mnjadi 7 golongan:

1. Mubtadiah mumayizah ( wanita yg pertama haid dan mampu membedakan darah)

2. Mubtadiah goiru mumayizah (wanita yg pertama kali haid dan tidak mampu membedakan darah)

3. mubtadah mumayizah ( wanta yg biasa haid dan mampu membedakan darah)

4. Mubtadah goiru mumayizah ( wanita yg biasa haid dan tdk mampu membedakan darah)

5. Mubtadah goiru mumayizah dzukiro qodron wa waqtan ( wanita yg biasa haid yg tidak mampu membedakan darah tapi ingat waktu dan adat haidnya)

6. Mubtadah goiru mumayizah nisyan qodron wawaqtan( wanita yg biasa haid dan tdk mampu membedakan darah dan lupa waktu dan adatnya)

7. Mutahayiroh ( wnita yg biasa haid, tidak mampu membedakan darah, dan tidak ingat sma sekali waktu / adatnya serta hanya tau perkira'an waktunya)


Mu'tadiah Mumayizah ( wanita yg pertama kali haid dan mampu membedakan darah baik sifat ataupun warnanya)

الصورة الاول هى المبتداَة اى اول ما ابتداها الدم المميزة وهى التى ترى قويا وضعيفا كالاسود والاءحمر فالضعيف وان طال استحاضة والقوى حيض بشرط ان لاينقص القوي عن اقل الحيض وان لا يعبر اكثره وان لا ينقص الضعيف عن اقل الطهر وانيكون ولاء بان يكون خمسة عشريوما فاءكثر متصله فان نقص القوى عن اقل الحيض اوعبراكثره اونقص الضعيف عن اقل الطهر اولم يكن ولاء كما لوراءت يوما اسود ويوما احمر وكذا فهى فاقدة شرط من شروط التمييز. وسياءتى حكمها. اهى الباجورى الجزء الاول ص١١٠

Gambar pertama yaitu mubtadiah mumayizah ( wanita yg pertama kali haid dan mampu membedakan darah) yg mampu mengetahui darah kuat / lemah seperti darah hitam Vs merah, Dan jg mngetahui dari segi sifatnya... jika demikian maka :

Darah Kuat jadi HAID dan Darah Lemah jadi ISTIHADHOH
Dengan syarat:

1. Darah kuat tidak kurang dari paling sedikitnya haid ( 24jam) dan tidak melebihi paling banyaknya haid ( 15 hri 15 mlm)

2. Darah lemah ( doif) tidak kurang dari paling sedikitnya SUCI ( 15 hari) dan darah Doif wila'an ( terus menerus) .

Contoh :
Tanggal 1-5 darah merah
Tanggal 6-17 darah kuning

Maka berlaku hukum diatas yaitu darah kuat ( merah tgl 1-5) menjadi haid dan darah lemah ( kuning 6-17) menjadi istihadhoh.... karena memenuhi syarat diatas.....

Contoh:
Tanggal 1-5 darah kuning
Tanggal 6-17 darah merah.

Maka yg menjadi haid adalah darah merah tgl 6-17 karena lebih kuat dibanding darah kuning tgl 1-5 dan memenuhi 2 syarat diatas....

Namun apabila darah kuat ( qowi) kurang dari paling sedikitnya haid ( 24 jam) dan melewati paling banyaknya haid ( 15 hari) atau Darah doif (lemah) kurang dari 15 hari dan tidak wila'an ( terus menerus) seperti sehari warnanya merah, bsoknya hitam, maka keadaan yg dmikian dimana salah 1 syarat kurang terpenuhi maka akan dibahas pada pembahasan berikutnya...


Mu'tadiah Mumayizah yg kurang memenuhi slah 1 syarat dikatakannya haid

بشرط ان لاينقص القوى عن اقل الحيض وان لايعبراكثره وان لاينقص الضعيف عن اقل الطهر وان يكون ولاء خمسة عشريوما متصلة (باَن لايتخللها قوى ولوتخللها نقاء).جدول المبتداة الفاقدة شرطا من شروط التمييز فترد الى الاقل لانه المتيقن

Seperti pembahasan sebelumnya bahwasanya dikatakan yg kuat menjadi haid dan yg lemah menjadi istihadoh, jika memenuhi 2 syarat , yaitu darah kuat lebih dari paling sedikitnya haid ( 24 jam) dan tidak melebihi paling banyaknya haid ( 15 hari). serta darah doif harus minimal paling sedikitnya suci ( 15 hari) dan wila'an ( terus menerus / diselangi naqo) asal tidak diselangi darah qowi...

Namun jika tidak memenuhi syarat diatas maka Haid dikembalikan ke PALING SEDIKITNYA HAID ( 24 jam/ sehari semalam)

Contoh:
Tanggal 1 keluar darah merah setengah hari ( 12 jam)
kmudian berlanjut darah warna kuning sampai tgl 30

Karena tidak mmemenuhi syarat diatas maka haid dikembalikan paling sdikitnya haid ( 1 hari 1 malam / 24 jam)

Contoh:
Tanggal 1-17 darah merah
Tanggal 18-30 darah kuning

Ini jg tidak memenuhi syarat sehingga haidnya 1 hari 1 mlm

Contoh:
Tanggal 1-7 merah
Tanggal 8-13 kuning
Tanggal 13-30 merah


Mubtada'ah Ghoiru Mumayizah ( wanita pertama kali haid yg tidak mampu membedakan darah) dan darah 3 warna


الصرة الثانية هى المبتداَة اى اول ما ابتداَها الدم كما تقدّم غير المميزة وهى التى تراه بصفة واحدة ومثلها المميّزة الى فقدت شرطا من شروط التمييز فحيضها يوم وليلة وطهرها تسع وعشرون ان عرفت وقت ابتداءالدّم والا فمتحيّرة وسياءتى حكمها

Gambar ke dua, yaitu wanita yg pertama kali haid seperti keterangan sebelumnya namun Tidak mampu membedakan darah ( goiru mumayizah) yg hanya mengetahui salah satu sifatnya atau smisalnya... Adapun wanita yg mampu membedakan darah dan kurang memenuhi syarat tamyiz (sperti yg dijlaskan sblmnya) maka haidnya dikembalikan sehari semalam, dan sucinya 29 hari jika mngetahui kapan darah keluar... namun jika tidak maka dinamakan mutahayiroh ( wanita yg lupa) dan hukumnya akan dijelaskan dlm pembahasan berikutnya...

Jadwal Darah keluar 3 warna...
Maka Darah pertama dan kedua dihukumi Haid dan darah ke 3 menjadi istihadhoh dengan syarat sebagai berikut:

1. Darah kuat harus urut dari yg kuat ke yg lemah
2. Darah yg kuat dan lemah harus bersambung
3. Darah 1 dan ke 2 tidak lebih dari 15 hari

Apabila tidak memenuhi syarat maka darah yg kuat dihukumi haid....

Contoh:
Tanggal 1-4 darah Hitam
Tanggal 4-10 darah merah
Tanggal 10-25 darah kuning

Maka darah pertama ( tanggal 1-4) dan darag ke 2 ( tanggal 4-10) dihukumi haid... dan sisanya istihadhoh...


Mu'tadah Mumayizah

الصورة الثالثة هى المعتادة وهى التىسبق لهاجيض وطهر المميزة وهى التى ترى قوياوضعيفا كما تقدم فيحكم لهابتمييز لاعادة مخالفة له ان لم يتخلل بينهما اقل الطهر فلوكانت عادتها خمسة فى اول الشهر وبقيته طهر فلمانزل عليها الدم واستمرّكاءن راَت عشرة اسود من اوّل الشهر وبقيته احمركان حيضها العشرة لاالخمسة فقط.لانّ التمييز اقوى من العادة لانه علامة فى الدم وهى علامة فى صاحبته فلوكانت العدة غير مخالفة للتمييز كمالوكانت عادتها خمسة ايام فى اوّل الشهر فجاء التمييز كذلك حكم لها بهمامعا ولوتخلل بينهما اقل الطهر كاءن راَت بعد خمستها عشرين ضعيفا ثمّ خمسة قويا ثم ضعيفا فقدرالعادة حيض للعادة وقدر التمييز حيض اخرللتمييز

Gambar ke dua yaitu mu'tadah mumayizah ( wanita yg biasa haid dan mampu membedakan darah) yaitu wnita yg sudah pernah haid dan suci serta dapat membedakan darah quat dan lemah seperti keterangan sbelumnya... Maka hukum haidnya dikembalikan ke Tamyiznya ( kemampuan membedakan darah) bukan ke adatnya apabila tidak terdapat paling sdikitnya suci ( 15 hari) di antara darah yg keluar....
Maka semisal ada wnita yang biasa haid dengan adatnya 5 hari dan kmudian suci kmudian suatu saat dia mengeluarkan darah warna hitam 10 hari kmudian diteruskan warna merah 20 hari mka haidnya adalah 10 hari bukan 5 hari...
Karena tamyiz ( kemampuan membedakan darah) itu lebih kuat dibandingkan Adat...
Sedangkan apabila diantara darah yg keluar terdapat paling sedikitnya suci, semisal kluar darah 5 hari diawal bulan, kemudian diteruskan darah doif / suci sampai tanggal 20, kmudian darah kuat 5 hari dan diteruskan dengan darah doif maka darah 5 hari yg pertama dihukumi haid karena adat.... dan 5 hari kedua ( darah qowi) dihukumi haid juga karena tamyiz... dan bhwasanya jarak antara haid 1 dan kedua minimal 15 hari...

Penjelasan:
Wanita punya adat tiap bulannya haid 5 hari, pada suatu saat istihadoh:

Januari haid 5 hari warna darah merah
Februari:
Tanggal 1-10 darah hitam
Tanggal 11-30 darah merah

Maka haidnya adalah 10 hari bkan 5 hari karena haid dikembalikan ke tamyiz bukan adat karna dia wanita yg mampu membedakan darahnya...

Penjelasan kedua :
Wanita terbiasa haid 5 hari , dan mengalami istihadoh:

Tanggal 1-5 darah Merah
Tanggal 6-21darah kuning/ suci ( jrak 15 hr)
Tanggal 21-26 darah merah
Tanggal 26-30 darah kuning

Maka haidnya adalah tgl 1-5 karena adatnya dmikian... kmudian tanggal 21-26 juga dihukumi haid karna tamyiz ( bisa membedakan darah ) dan darah merah lebih kuat dari darah kuning...

Selain itu antara tanggal 1-5 dan tanggal 21-26 itu jaraknya 15 hari sehingga kemungkinan dia mengalami 2x haid dalam 1 blan.....


Muktadah Ghoiru Mumayizah( wanita yg sudah biasa haid dan tak mampu membedakan darah)

 الصورة الرَبِعة هى المعتادة باءن سبق لها حيض وطهر كمامرّ غيرالمميزة باءن تراه بصفه" كمامرّاَيضا الد'اكرة لعادتها قدرا ووقتا فترد اليها قدرا ووقتا فلوحاضت فى شهرخمسة ايام من اوّله مثلا ثم استحيضت فحيضها هوالخمسة فى اول الشهر وطهرها بقية الشهر عملا بعادتهاوان لم تتكرر لان العادة تثبت بمرّة ان لم تختلف فان اختلفت فلاتثبت بمرّة اهى الباجورجوز اول ص ١١١.

Gambar ke 4 yaitu mu'tadah goiru mumayizah yaitu wanita yg sudah pernah haid ( suci dan haid) sperti keterangan sebelumnya namun tidak mampu membedakan darah ( goiru mumayizah) smisah hanya mngetahui sifatnya saja sperti keterangan sebelumnya, Namun ingat adatnya baik perkiraannya ( banyaknya haid) dan waktunya... Maka hukum haidnya dikembalikan ke adatnya ( waktan wa qodron) .....

Maka semisal ada wanita yg biasa haid 5 hari setiap bulannya, kemudian istihadoh , maka haidnya dikembalikan ke adatnya yaitu 5 hari.... meskipun adatnya tidak teratur... karena sesungguhnya adat akan berputar dalam 1 putaran, namun adakalanya adat tidak berputar dlm 1 putaran (dan akan dibahas di pembahasan berikutnya...)

Contoh:

Haid perbulan biasanya 5 hari
Kemudian pada bulan berikutnya keluar darah dari tanggal 1-30, maka haidnya dikembalikan ke adatnya yaitu 5 hari.....


Daur dan Takror

فان تكرر الدور وانتظمت عادتها ونسيت انظامها اولم تنتظم اولم يتكرّر الدور ونسيت النوبة الاخرة فيهما حيضت اقل النوبة واحتاطت فى الزاءد كمايعلم مما سياءتى اولم تسها ردّت اليها واحتاطت فى الزاءدان كان اولم تنس انتظام العادة لم تثبت الابمرتين ,فلوحاضت فى شهرثلاثة وفى ثانية خمسة وفى ثالثة سبعة ثم عاددورها هكد'ا ثم استحيضت فى الشهر السابع ردّت فيه الى ثلاثة وفى الثامن الى خمسة وفى التاسع الى سبعة وهكذا.
اهى بجيرمى على المنهج اول ص ١٣٩

Maka apabila DAUR ( perputaran haid) berulang ulang dan runtut ( urut) adatnya dan muktadah lupa urutan adatnya, Atau Tidak urut adatnya atau perputaran daurnya tidak bolak balik dan mu'tadah lupa dengan perputarannya, maka HUKUM haidnya dikembalikan ke paling sedikitnya putaran haid, dan apabila INGAT dengan putaran daurnya maka dikembalikan ke putaran haidnya dan begitu seterusnya kecuali mu'tadah ingat dengan urutan adatnya....

Penjelasan :

Daur adalah perputaran haid
Takror adalah perputaran daur

Contoh daur:
Januari haid 3 hari
Februari haid 5 hari
Maret haid 7 hari

Contoh takror:
Januari 3 hari
Februari 5 hari
Mart 7 hari
April 3 hari
May 5 hari
Juni 7 hari

Dan terus sperti itu...

Hukum yg berlaku:
1. apabila dia lupa hitungan perputaran adatnya maka hukumnya dikembalikan ke paling sedikitnya haid dlm perputaran tersebut....
Contoh:

January haid 3 hari
February haid 5 hari
Mart haid 7 hari

April mngalami istihadoh, misal keluar darah 22 hari, maka jika dia lupa hitunganan adatnya maka dikembalikan ke putaran paling sdikit yaitu 3 hari haidnya...

2. Namun jika dia ingat putarannya maka dikembalikan ke adat daurnya....
Contoh:

January 3 hari
February 5 hri
Mart 7 hri
April 3 hri
Mey 5 hari
Juni 7 hri

Begitu sterusnya... daur berulang2 secara teratur maka jika bulan juli keluar darah 20 hari maka haidnya dikembalikan ke adat putrannya....

Daur putarannya 3,5,7,3,5,7 maka ketika juni 7 hari haid maka bulan juli pasti balik ke 3 hari haidnya....

3. Jika daur tidak teratur, Misal:

January 3 hari
February 5 hri
Mart 7hri
April 1 hri
Mey 2 hari

Pokoknya gak pasti haidnya alias tidak teratur maka apabila dia ingat adatnya maka dikembalikan ke adat sebelumnya....
Misal bulan juni keluar darah 25 hari maka haidnya dikembalikan kebulan sebelumnya yaitu di bulan mey 2 hari...

Namun jika dia tidak ingat adatnya maka haidnya dikembalikan ke adat paling sedikitnya dalam adat haidnya diatas yaitu 1 hari...

Wallohu A'lam Bisshowab.....

Monday 17 February 2014

Kisah Pengembala Domba & Cendikiawan

Seorang lelaki yang sedang sibuk menggembalakan domba-dombanya di padang rumput dihampiri seorang cendekiawan. Terjadilah perbincangan antara keduanya. Dari perbincangan itu, cendekiawan itu mengetahui bahwa penggembala itu buta huruf...    
“Mengapa engkau tidak belajar?” Tanya cendekiawan.
“Aku telah mendapatkan sari semua ilmu. Karena itu, aku tidak perlu belajar lagi,” jawab penggembala mantap.
“Coba jelaskan pelajaran apa yang telah kamu peroleh!” pinta sang cendekiawan.
Sambil menatap lelaki berpenampilan rapi itu, penggembala menjelaskan : “Sari semua ilmu pengetahuan ada lima.
Pertama, selagi masih ada peluang untuk bersikap jujur, aku tidak akan pernah berbohong.
Kedua, selama masih ada makanan halal, aku tidak akan pernah memakan makanan haram.
Ketiga, jika masih ada cela (kekurangan) dalam diriku, aku tidak akan pernah mencari-cari (mempersalahkan) keburukan orang lain.
Keempat, selagi rizki Allah masih ada di bumi, aku tidak akan memintanya kepada orang lain.
Kelima, sebelum menginjakkan kaki di surga, aku tidak akan pernah melupakan tipu daya setan.”

Cendekiawan itu sangat kagum atas jawaban penggembala seraya berkata, “Kawan, semua ilmu telah terkumpul dalam dirimu. Siapapun yang mengetahui kelima hal yang kau sebutkan tadi dan dapat melaksanakanya, pasti dapat mencapai tujuan ilmu-ilmu Islam serta tidak memerlukan buku-buku ilmu dan filsafat...”

Kisah Syaikh Junaid Al Baghdadi Dengan Orang Bahlul

Syeikh Junaid al Baghdadi, seorang sufi terkemuka, pergi ke luar kota Baghdad. Para muridnya juga ikut dengannya. Syeikh itu bertanya tentang Bahlul.

Mereka menjawab, “Ia adalah orang gila, apa yang Anda butuhkan darinya?”
“Cari dia, kerana aku ada perlu dengannya,” kata Syeikh Junaid.

Murid-muridnya lalu mencari Bahlul dan bertemu dengannya di gurun. Mereka lalu mengantar Syeikh Junaid kepadanya.

Ketika Syeikh Junaid mendekati Bahlul, ia melihat Bahlul sedang gelisah sambil menyandarkan kepalanya ke tembok. Syeikh itu lalu menyapanya. Bahlul menjawab dan bertanya padanya, “Siapakah engkau?”

“Aku adalah Junaid al Baghdadi,” kata syeikh itu.

“Apakah engkau Abul Qasim?” tanya Bahlul. “Ya!” jawab syeikh itu.

“Apakah engkau Syekh Baghdadi yang memberikan petunjuk spiritual pada orang-orang?” tanya Bahlul.

“Ya!” jawab syeikh.

“Apakah engkau tahu bagaimana cara makan?” tanya Bahlul.

Syeikh itu lalu menjawab, “Aku mengucapkan Bismillaah (Dengan nama Allah). Aku makan yang ada di hadapanku, aku menggigitnya sedikit, meletakkannya di sisi kanan dalam mulutku, dan perlahan mengunyahnya. Aku tidak menatap suapan berikutnya. Aku mengingat Allah sambil makan. Apa pun yang aku makan, aku ucapkan Alhamdulillaah (Segala puji bagi Allah). Aku cuci tanganku sebelum dan sesudah makan.”

Bahlul berdiri, menyibakkan pakaiannya, dan berkata, “Kau ingin menjadi guru spiritual di dunia, tetapi kau bahkan tidak tahu bagaimana cara makan!” Sambil berkata demikian, ia berjalan pergi.

Murid Syeikh itu berkata, “Wahai Syeikh! Ia adalah orang gila.”

Syeikh itu menjawab, “Ia adalah orang gila yang cerdas dan bijak. Dengarkan kebenaran darinya!”

Bahlul mendekati sebuah bangunan yang telah ditinggalkan, lalu ia duduk. Syeikh Junaid pun datang mendekatinya.
Bahlul kemudian bertanya, “Siapakah engkau?”

“Syeikh Baghdadi yang bahkan tak tahu bagaimana caranya makan,” jawab Syeikh Junaid.

“Engkau tak tahu bagaimana cara makan, tetapi tahukah engkau bagaimana cara berbicara?” tanya Bahlul.
“Ya!” jawab syeikh.

“Bagaimana cara berbicara?” tanya Bahlul.

Syeikh itu lalu menjawab, “Aku berbicara tidak kurang, tidak lebih, dan apa adanya. Aku tidak terlalu banyak bicara. Aku berbicara agar pendengar dapat mengerti. Aku mengajak orang-orang kepada Allah dan Rasulullah. Aku tidak berbicara terlalu banyak agar orang tidak menjadi bosan. Aku memberikan perhatian atas kedalaman pengetahuan lahir dan batin.” Kemudian ia menggambarkan apa saja yang berhubungan dengan sikap dan etika.

Lalu Bahlul berkata, “Lupakan tentang makan, kerana kau pun tak tahu bagaimana cara berbicara!”
Bahlul pun berdiri, menyibakkan pakaiannya, dan berjalan pergi.

Murid-muridnya berkata, “Wahai Syeikh! Anda lihat, ia adalah orang gila. Apa yang kau harapkan dari orang gila?!”

Syeikh itu menjawab, “Ada sesuatu yang aku butuhkan darinya. Kalian tidak tahu itu.”

Ia lalu mengejar Bahlul lagi hingga mendekatinya. Bahlul lalu bertanya, “Apa yang kau inginkan dariku? Kau, yang tidak tahu bagaimana cara makan dan berbicara, apakah kau tahu bagaimana cara tidur?”

“Ya, aku tahu!” jawab syeikh itu. “Bagaimana caramu tidur?” tanya Bahlul.

Syeikh Junaid lalu menjawab, “Ketika aku selesai salat Isya dan membaca doa, aku mengenakan pakaian tidurku.” Kemudian ia ceritakan cara-cara tidur sebagaimana yang lazim dikemukakan oleh para ahli agama.

“Ternyata kau juga tidak tahu bagaimana cara tidur!” kata Bahlul seraya ingin bangkit.

Tetapi Syeikh itu menahan pakaiannya dan berkata, “Wahai Bahlul! Aku tidak tahu. Karenanya, demi Allah, ajari aku!”

Bahlul pun berkata, “Sebelumnya, engkau mengklaim bahwa dirimu berpengetahuan dan berkata bahwa engkau tahu, maka aku menghindarimu. Sekarang, setelah engkau mengakui bahwa dirimu kurang berpengetahuan, aku akan mengajarkan padamu. Ketahuilah, apa pun yang telah kau gambarkan itu adalah permasalahan sekunder. Kebenaran yang ada di belakang memakan makanan adalah bahwa kau memakan makanan halal. Jika engkau memakan makanan haram dengan cara seperti yang engkau gambarkan, dengan seratus sikap pun, maka itu tak bermanfaat bagimu, melainkan akan menyebabkan hatimu hitam!”

“Semoga Allah memberimu pahala yang besar,” kata sang syeikh.

Bahlul lalu melanjutkan, “Hati harus bersih dan mengandung niat baik sebelum kau mulai berbicara. Dan percakapanmu haruslah menyenangkan Allah. Jika itu untuk duniawi dan pekerjaan yang sia-sia, maka apa pun yang kau nyatakan akan menjadi malapetaka bagimu. Itulah mengapa diam adalah yang terbaik.

Dan apa pun yang kau katakan tentang tidur, itu juga bernilai sekunder. Kebenaran darinya adalah hatimu harus terbebas dari permusuhan, kecemburuan, dan kebencian. Hatimu tidak boleh tamak akan dunia atau kekayaan di dalamnya, dan ingatlah Allah ketika akan tidur!”

Syeikh Junaid lalu mencium tangan Bahlul dan berdoa untuknya.

Inti dari cerita tersebut adalah:

Sahabatku.... Orang zaman sekarang masih ada yang beribadah tanpa memahami isi makna. Mereka hanya mengikuti apa-apa yang dilakukan oleh nenek moyangnya tanpa kemampuan memaknai. Maka tak heran jika amal yang dilakukan, ibadah yang dilakukan, akan terasa kering. Tidak menyerap di hati. Bahkan shalat sudah tak mampu mencegah kemungkaran. Kenimatan beribadah sangat sulit mereka dapatkan. Dalam cerita di atas, bahlul mencoba membeberkan beberapa kasus yang sehari-hari ditemui. Semoga dengan cerita di atas engkau dapat memaknai setiap amal yang kau lakukan, sehingga makan, bicara dan tidurmu menjadi cahaya. Amin…..

Pendapat Ulama' Salaf : " Allah Wujud Tanpa Bertempat "



Imam Ahlussunnah; Imam Abu Manshur al-Maturidi (w 333 H), dalam Kitab at-Tauhid; Allah Ada Tanpa Tempat dan Tanpa Arah
Beliau dalam karyanya, Kitab at-Tauhid menuliskan:

"إن الله سبحانه كان ولا مكان، وجائز ارتفاع الأمكنة وبقاؤه على ما كان، فهو على ما كان، وكان على ما عليه الان، جل عن التغير والزوال والاستحالة"

“Sesungguhnya Allah ada tanpa permulaan dan tanpa tempat. Tampat adalah makhluk memiliki permulaan dan bisa diterima oleh akal jika ia memiliki penghabisan. Namun Allah ada tanpa permulaan dan tanpa penghabisan, Dia ada sebelum ada tempat, dan Dia sekarang setelah menciptakan tempat Dia sebagaimana sifat-Nya yang Azali; ada tanpa tempat. Dia maha suci (artinya mustahil) dari adanya perubahan, habis, atau berpindah dari satu keadaan kepada keadaan lain” (Kitab at-Tauhid, hal. 69)

Al-Imam Muhammad ibn Muhammad yg dikenal dengan nama Abu Manshur al-Maturidi adalah salah seorang salaf terkemuka di kalangan Ahlussunnah, bahkan merupakan pimpinan bagi kaum ini. Dikenal sebagai seorang yg teguh membela akidah Rasulullah, beliau adalah salah seorang ulama Salaf yg telah memberikan kontribusi besar dalam membukukan akidah Ahlussunnah. Dalam metode penjelasan akidah tersebut beliau atukan antara dalil2 naqliy (al-Qur’an dan hadits) dengan argumen2 rasional. Ditambah dengan bantahan2 terhadap berbagai kesesatan dari kelompok2 di luar Ahlussunnah, seperti Mu’tazilah, Musyabbihah, Khwarij dan lainnya. Kegigihan beliau dalam membela akidah Ahlussunnah dan menghidupkan syari’at menjadikan beliau sebagai kampium hingga digelari dengan Imam Ahlussunnah.

Masih dalam kitab karyanya di atas, al-Imam Abu Manshur al-Maturidi juga menuliskan sebagai berikut:

"فإن قيل: كيف يرى؟ قيل: بلا كيف، إذ الكيفية تكون لذي صورة، بل يرى بلا وصف قيام وقعود واتكاء وتعلق، واتصال وانفصال، ومقابلة ومدابرة، وقصير وطويل، ونور وظلمة، وساكن ومتحرك، ومماس ومباين، وخارج وداخل، ولا معنى يـأخذه الوهم أو يقدره العقل لتعاليه عن ذلك "

“Jika ada yang berkata: Bagaimanakah Allah nanti dilihat? Jawab: Dia dilihat dengan tanpa sifat2 benda (Kayfiyyah). Karena Kayfiyyah itu hanya terjadi pada sesuatu yg memiliki bentuk. Allah dilihat bukan dalam sifat berdiri, duduk, bersandar atau bergantung. Tanpa adanya sifat menempel, terpisah, berhadap2an, atau membelakangi. Tanpa pada sifat pendek, panjang, sinar, gelap, diam, gerak, dekat, jauh, di luar atau di dalam. Hal ini tidak boleh dikhayalkan dengan prakiraan-prakiraan atau dipikirkan oleh akal, karena Allah maha suci dari itu semua” (Kitab at-Tauhid, hal. 85)

Tulisan al-Imam al-Maturidi ini sangat jelas dalam mensucikan Allah dari arah dan tempat. Perkataan beliau ini sekaligus dapat kita jadikan bantahan terhadap kaum Mujassimah, termasuk kaum Wahhabiyyah sekarang yg mengatakan bahwa para ulama Salaf telah menetapkan adanya arah bagi Allah. Kita katakan: al-Maturidi adalah salah seorang ulama Salaf, ia dengan sangat jelas telah menafikan apa yg kalian yakini.

Masih dalam Kitab at-Tauhid, al-Imam al-Maturidi menuliskan sebagai berikut:

"وأما رفع الأيدي إلى السماء فعلى العبادة، ولله أن يتعبد عباده بما شاء، ويوجههم إلى حيث شاء، وإن ظن من يظن أن رفع الأبصار إلى السماء لأن الله من ذلك الوجه إنما هو كظن من يزعم أنه إلى جهة أسفل الأرض بما يضع عليها وجهه متوجها في الصلاة ونحوها، وكظن من يزعم أنه في شرق الأرض وغربها بما يتوجه إلى ذلك في الصلاة، أو نحو مكة لخروجه إلى الحج، جل الله عن ذلك"

“Adapun mengangkat tangan ke arah langit dalam berdo’a maka hal itu sebagai salah satu bentuk ibadah kepada-Nya (bukan berarti Allah di dalam langit). Allah berhak memilih cara apapun untuk dijadikan praktek ibadah para hamba kepada-Nya, juga Allah berhak menyuruh mereka untuk menghadap ke arah manapun sebagai praktek ibadah mereka kepada-Nya. Jika seseorang menyangka atau berkeyakinan bahwa mengangkat tangan dalam berdoa ke arah langit karena Allah berada di arah sana, maka ia sama saja dengan orang yg berkeyakinan bahwa Allah berada di arah bawah karena di dalam di dalam shalat wajah seseorang dihadapkan ke arah bumi untuk menyembah Allah, atau sama saja dengan orang yg berkeyakinan bahwa Allah ada di arah barat atau di arah timur sesuai arah kiblatnya masing2 dalam shalat saat beribadah Allah, atau juga sama saja orang tersebut dengan yg berkeyakinan bahwa Allah berada di arah Mekah, karena orang2 dari berbagai penjuru yg handak melaksanakan haji untuk beribadah kepada-Nya menuju arah Mekah tersebut. Allah maha suci dari pada keyakinan semacam ini semua” (Kitab at-Tauhid, hal. 75-76).


Lisanul Arab; Kamus Besar Bahasa Arab, Karya al Allamah al Lughawiy; Ibnu Manzhur (w 711 H); Menuliskan; ALLAH ADA TANPA TEMPAT

Salah seorang ulama bahasa terkemuka al-‘Allamah Muhammad ibn Mukarram al-Ifriqi al-Mishri (w 711 H) yg lebih dikenal dengan sebutan Ibn Manzhur dalam karya fenomenalnya berjudul Lisan al-‘Arab menuliskan sebagai berikut:


"وفي الحديث: "من تقرب إليّ شبرا تقربت إليه ذراعًا" المراد بقرب العبد من الله عز وجل: القرب بالذكر والعمل الصالح لا قرب الذات والمكان لأن ذلك من صفات الأجسام، والله يتعالى عن ذلك ويتقدس"

“Dalam sebuah hadits disebutkan “Man Taqarraba Ilayya Syibran Taqarrabtu Ilayhi Dzira’an...”, makna yang dimaksud oleh hadits ini ialah bahwa “dekat”-nya seorang hamba kepada Allah adalah dalam pengertian banyak mengingat-Nya dan banyak melaksanakan amal saleh. “Dekat” di sini bukan dalam pengertian tempat atau jarak yang dekat dengan-Nya, karena sifat seperti demikian itu adalah khusus bagi benda, sementara Allah maha suci dari pada itu semua”
( Lisan al-‘Arab, juz. 1, hal. 663-664 )

Al-Imam Ja’far as-Shadiq (w 148 H); ALLAH ADA TANPA TEMPAT (Aqidah Keluarga Rasulullah)

Al-Imam Ja’far as-Shadiq ibn Muhammad al-Baqir ibn ibn Zainal Abidin Ali ibn al-Husain ibn Ali ibn Abi Thalib (w 148 H) berkata:

"مَنْ زَعَمَ أنّ اللهَ فِي شَىءٍ، أوْ مِنْ شَىءٍ، أوْ عَلَى شَىءٍ فَقَدْ أشْرَكَ. إذْ لَوْ كَانَ عَلَى شَىءٍ لَكَانَ مَحْمُوْلاً، وَلَوْ كَانَ فِي شَىءٍ لَكَانَ مَحْصُوْرًا، وَلَوْ كَانَ مِنْ شَىءٍ لَكَانَ محدَثًا (أي مَخْلُوْقًا)"

“Barangsiapa berkeyakinan bahwa Allah berada di dalam sesuatu, atau dari sesuatu, atau di atas sesuatu maka ia adalah seorang yang musyrik. Karena jika Allah berada di atas sesuatu maka berarti Dia diangkat, dan bila berada di dalam sesuatu berarti Dia terbatas, dan bila Dia dari sesuatu maka berarti Dia baharu (makhluk)”
( al-Qusyairi, ar-Risalah al-Qusyairiyyah, hal. 6 )
Al Imam Ja’far ash Shadiq adalah imam terkemuka dalam fiqih, ilmu, dan keutamaan. Lihat ats Tsiqat, Ibn Hibban, juz. 6, hal. 131

al-Imam Abu al-Qasim al-Husain ibn Muhammad yang dikenal dengan nama ar-Raghib al-Ashbahani (w 502 H); ALLAH ADA TANPA TEMPAT

al-Imam Abu al-Qasim al-Husain ibn Muhammad yg dikenal dengan nama ar-Raghib al-Ashbahani (w 502 H), salah seorang ulama pakar bahasa yg sangat mashur dengan karyanya berjudul al-Mufradat Fi Gharib al-Qur’an, menuliskan sebagai berikut:

"... وقرب الله تعالى من العبد هو بالإفضال عليه والفيض لا بالمكان"
“Makna al-Qurb (yang secara harfiyah berarti dekat) pada hak Allah terhadap hamba-Nya adalah dalam pengertian bahwa Dia Maha Pemberi karunia dan berbagai nikmat, bukan dalam dekat dalam pengertian jarak atau tempat”
( al-Mufradat Fi Gharib al-Qur’an., hal. 399 )

Imam al-Haramain Abu al-Ma’ali Abd al-Malik ibn Abdullah al-Juwaini (w 478 H); ALLAH ADA TANPA TEMPAT

Imam al-Haramain Abu al-Ma’ali Abd al-Malik ibn Abdullah al-Juwaini (w 478 H), salah seorang guru terkemuka al-Imam al-Ghazali, dalam kitab karyanya berjudul al-Irsyad Ila Qawathi’ al-Adillah menuliskan sebagai berikut:

"البارىء سبحانه وتعالى قائم بنفسه، متعال عن الافتقار إلى محل يحله أو مكان يقله"
“Ketahuilah bahwa di antara sifat Allah adalah Qiyâmuh Bi Nafsih; artinya Allah tidak membutuhkan kepada suatu apapun dari makhluk-Nya. Karenanya Dia Maha Suci dari membutuhkan kepada tempat untuk Ia tempatinya”. ( al-Irsyad Ila Qawathi’ al-Adillah, hal. 53 )

Pada halaman lain dalam kitab yang sama Imam al-Haramain menuliskan:

"مذهب أهل الحق قاطبة أن الله سبحانه وتعالى يتعالى عن التحيز والتخصص بالجهات"
“Madzhab seluruh Ahl al-Haq telah menetapkan bahwa Allah maha suci dari tempat dan maha suci dari berada pada arah”. ( Ibid, hal. 58 )

Dalam karya lain berjudul as-Syamil Fi Ushul ad-Din, beliau menuliskan sebagai berikut:

"واعلموا أن مذهب أهل الحق: أن الرب سبحانه وتعالى يتقدس عن شغل حيز، وبتنزه عن الاختصاص بجهة وذهبت المشبهة إلى أنه مختص بجهة فوق، ثم افترقت ءاراؤهم بعد الاتفاق منهم على إثبات الجهة، فصار غلاة المشبهة إلى أن الرب تعالى مماس للصفحة العليا من العرش وهو مماشه، وجوزوا عليه التحول والانتقال وتبدل الجهات والحركات والسكنات، وقد حكينا جملا من فضائح مذهبهم فيما تقدم"
“Ketahuilah bahwa madzhab Ahl al-Haq menetapkan bahwa Allah suci dari berada pada tempat dan suci dari berada pada arah. Sementara kaum Musyabbihah berpendapat bahwa Allah berada di arah atas. Kaum Musyabbihah tersebut sepakat bahwa Allah berada di arah atas, namun demikain mereka kemudian saliang berselisih pendapat. Di antara mereka yang sangat ekstrim berpendapat bahwa Allah menempel pada arsy dari arah atasnya. Mereka juga membolehkan atas Allah adanya perubahan-perubahan, berpindah-pindah arah, bergerak dan diam. Beberapa di antara kerusakan keyakinan mereka telah kita bongkar pada penjelasan yang telah lalu” ( as-Syamil Fi Ushul ad-Din hal. 551 )

al-Imam Abu Ishaq asy-Syirazi asy-Syafi’i al-Asy’ari (w 476 H); ALLAH ADA TANPA TEMPAT

Ahli fiqih terkemuka; al-Imam Abu Ishaq asy-Syirazi asy-Syafi’i al-Asy’ari (w 476 H) dalam akidah yg beliau tuliskan berkata:

"وإن استواءه ليس باستقرار ولا ملاصقة لأن الاستقرار والملاصقة صفة الأجسام المخلوقة، والرب عز وجل قديم أزلي، فدل على أنه كان ولا مكان ثم خلق المكان وهو على ما عليه كان"
“Dan sesungguhnya istiwa’ Allah bukan dalam pengertian bertempat (bersemayam) menempel, karena bertempat dan menempel adalah sifat segala benda yg merupakan makhluk, sementara Allah maha Qadim dan Azaliy (tidak bermula), dengan demikian itu menunjukan bahwa Allah ada pada azal tanpa tempat, dan setelah Dia menciptakan tempat maka Dia sebagaimana pada sifat-Nya yang azali; ada tanpa tempat (karena Allah tidak berubah dari satu keadaan kepada keadaan yang lain)”.
( ‘Aqidah asy-Syirazi dalam Muqaddimah Kitab Syarh al-Luma’, juz. 1, hal. 101 )

Ibn Hazm al-Andalusi (w 456 H); ALLAH ADA TANPA TEMPAT

Abu Muhammad Ali Ibn Ahmad yang dikenal dengan nama Ibn Hazm al-Andalusi (w 456 H), dalam karyanya berjudul Kitab ‘Ilm al-Kalam, dalam pembahasan penafian tempat dari Allah menuliskan sebagai berikut:

"وأنه تعالى لا في مكان ولا في زمان، بل هو تعالى خالق الأزمنة والأمكنة، قال تعالى: (وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيراً)(سورة الفرقان/2)، وقال (قَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا)(سورة الفرقان/59)، والزمان والمكان هما مخلوقان، قد كان تعالى دونهما، والمكان إنما هو للأجسام
“Sesungguhnya Allah ada tanpa tempat dan tanpa waktu. Dialah yang menciptakan segala tempat dan waktu. Allah berfirman: “Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu dan menentukannya akan ketentuan”. (QS al-Furqan: 2). Dan berfirman: “Dia Pencipta semua langit dan bumi dan segala apa yang di antara keduanya”. (QS. al-Furqan: 59). Tempat dan arah adalah makhluk Allah. Dia ada sebelum menciptakan keduanya. Tempat itu hanya berlaku bagi segala benda”.
( Kitab ‘Ilm al-Kalam, hal. 65 )

Ahli hadits terkemuka di daratan Maroko, al-Muhaddits al-Ghumari (w 1413 H), dalam Qashash al-Anbiya'; ALLAH ADA TANPAT

Ahli hadits terkemuka di daratan Maroko, asy-Syaikh al-‘Allamah al-Muhaddits Abdullah ibn Muhammad ibn ash-Shiddiq al-Ghumari (w 1413 H) dalam karyanya berjudul Qashash al-Anbiya’ menuliskan sebagai berikut:

"كان الله ولم يكن شىء غيره، فلم يكن زمان ولا مكان ولا قطر ولا أوان، ولا عرش ولا ملك، ولا كوكب ولا فلك، ثم اوجد العالم من غير احتياج إليه، ولو شاء ما أوجده. فهذا العالم كله بما فيه من جواهر وأعراض حادث عن عدم، ليس فيه شائبة من قِدم، حسبما اقتضته قضايا العقول، وأيدته دلائل النقول، وأجمع عليه المِلِّيُّوْن قاطبة إلا شُذاذا من الفلاسفة قالوا بقدم العالم، وهم كفار بلا نزاع"

“Allah ada tanpa permulaan dan tidak ada suatu apapun selain-Nya, tidak ada waktu, tidak ada tempat, tidak ada arah, tidak ada zaman, tidak ada arsy, tidak ada Malaikat, tidak ada bintang-bintang, dan tidak ada cakrawala. Kemudian Allah menciptakan alam ini tanpa sedikitpun Dia membutuhkan kepadanya. Jika Allah berkehendak untuk tidak menciptakannya maka alam ini tidak akan pernah ada. Dengan demikian alam ini dengan segala sesuatu yang ada padanya dari segala benda dan sifat benda adalah makhluk Allah, semua itu baharu; ada dari tidak ada. Tidak ada sedikitpun dari bagian alam tersebut memiliki sifat Qidam (tidak bermula) sebagaimana perkara ini telah ditetapkan oleh oleh argumen2 akal sehat dan dalil2 syara’ yang kuat. Kecuali kelompok kecil saja yaitu kaum filsafat yang mengatakan bahwa alam ini qadim; tidak memiliki permulaan. Dan mereka yang berpendapat demikian adalah orang-orang kafir sebagimana telah disepakati di kalangan ulama haq tanpa ada perbedaan pendapat sedikitpun di antara mereka” (Qashash al-Anbiya’, hal. 11).


Ahli hadits terkemuka daratan Maroko, asy-Syaikh al-‘Allamah al-Muhaddits Abdullah ibn Muhammad ibn ash-Shiddiq al-Ghumari (w 1413 H), dalam kitab karyanya berjudul ‘Aqidah Ahl al-Islam Fi Nuzul ‘Isa, asy-Syaikh, menuliskan:

"قال النيسابوري في تفسيره: "أما قوله : وَرَافِعُكَ إِلَيَّ " فالمشبهة تمسكوا بمثله في إثبات المكان لله وأنه في السماء، لكن الدلائل القاطعة دلّت على أنه متعال عن الحيز والجهة، فوجب حمل هذا الظاهر على التأويل بأن المراد إلي محل كرامتي"

“an-Naisaburi dalam menafsirkan firman Allah: “Wa Rafi’uka Ilayya” (QS. Ali ‘Imran: 55) mengatakan bahwa kaum Musyabbihah telah berpegang tegung kepada zahir ayat-ayat semacam ini untuk menetapkan adanya tempat bagi Allah, yaitu menurut mereka adalah arah atas. Namun demikian dalil-dalil yang sangat kuat dan pasti telah menunjukan bahwa Allah maha suci dari tampat dan arah. Dengan demikian maka wajib memahami ayat semacam ini tidak dalam makna zhahirnya, tapi dengan metode takwil. Dan makna ayat tersebut di atas ialah bahwa Allah telah mengangkat Nabi Isa ke langit, ke tampat yang dimuliakan oleh Allah” (‘Aqidah Ahl al-Islam Fi Nuzul ‘Isa, hal. 29).

al-Imam al-Bayhaqi (w 458 H) dalam Al-Asma’ Wa ash-Shifat; Allah Ada Tanpa Tempat al-Imam al-Hafizh Abu Bakr Ahmad ibn al-Husain al-Bayhaqi (w 458 H) penulis as-Sunan al-Kubra menuliskan sebagai berikut:

"والذي روي في ءاخر هذا الحديث [أي حديث :"والذي نفسُ محمد بيده لو أنكم دليتم أحدكم بحبل إلى الأرض السابعة لهبط على الله تبارك وتعالى" وهو حديث ضعيف] إشارة إلى نفي المكان عن الله تعالى، وأن العبد أينما كان فهو في القرب والبعد من الله تعالى سواء، وأنه الظاهر فيصح إدراكه بالأدلة، الباطن فلا يصح إدراكه بالكون في مكان. واستدل بعض أصحابنا في نفي المكان عنه بقول النبي صلى الله عليه وسلم: "أنت الظاهر فليس فوقك شىء، وأنت الباطن فليس دونك شىء"، وإذا لم يكن فوقه شىء ولا دونه شىء لم يكن في مكان"

“Dan apa yg diriwayatkan dalam akhir hadits ini (Wa al-Ladzi Nafs Muhammad….. ) merupakan isyarat kepada peniadaan tempat bagi Allah, dan sesungguhnya para hamba pada dekat dan jauhnya bagi Allah sama saja, Dia Allah az-Zhahir; artinya bahwa adanya Allah dapat diketahui dengan adanya bukti-bukti, dan Dia Allah al-Bathin; artinya bahwa Allah tidak benar dapat diraih dengan menetapkan tempat bagi-Nya. Sebagian sahabat kami dalam meniadakan tempat dari Allah mengambil dalil dengan sabda Rasulullah: “Engkau Ya Allah az-Zhahir tidak ada sesuatu apapun di atas-Mu, dan Engkau Ya Allah al-Bathin yang tidak ada sesuatu apapun di bawah-Mu”, ketika disebutkan bahwa tidak ada sesuatu apapun di atas-Nya dan tidak ada sesuatu apapun di bawah-Nya itu artinya bahwa Allah ada tanpa tempat” (Al-Asma’ Wa ash-Shifat, hal. 400).

Masih dalam kitab al-Asma’ Wa ash-Shifat, al-Imam al-Bayhaqi juga menuliskan sebagai berikut:

"قال أبو سليمان الخطابي: وليس معنى قول المسلمين: إن الله استوى على العرش هو أنه مماس له أو متمكن فيه أو متحيز في جهة من جهاته، لكنه بائن من جميع خلقه، هـانما هو خبر جاء به التوقيف فقلنا به ونفينا عنه التكييف، إذ _ليس كمثله شيء"

“Abu Sulaiman al-Khaththabi berkata: Sesungguhnya perkataan orang-orang Islam “Allâh Istawâ ‘Alâ al-‘Arsy” bukan dalam pengertian bahwa Allah menempel atau bersemayam di sana, atau bahwa Allah berada di arah atas. Sesungguhnya Allah tidak menyerupai makhluk-Nya. Dan sesungguhnya istawâ yang datang dalam al-Qur’an tentang sifat Allah adalah berita yang tidak perlu diperdebatkan, namun demikian kita harus menafikan makna sifat-sifat benda dari sifat Allah tersebut, karena seperti yang telah difirmankannya: “Dia Allah tidak menyerupai segala apapun, Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (QS. As-Syura: 11) (al-Asma’ Wa ash-Shifat, hal. 396-397).

Dari Imam Ibn Furak (w 406 H) dalam Kitab "Musykil al-Hadits"; ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH
Al-Immm Abu Bakar Muhammad ibn al-Hasan al-Asy’ari yang dikenal dengan Ibn Furak (w 406 H), salah seorag teolog terkemuka di kalangan Ahlussunnah, dalam Musykil al-Hadîts, hal. 57, menuliskan sebagai berikut:

"لا يجوز على الله تعالى الحلول في الأماكن لاستحالة كونه محدودا ومتناهيا وذلك لاستحالة كونه محدثا"

“Tidak boleh dikatakan bahwa Allah menyatu di seluruh tempat, karena mustahil Allah sebagai benda yang memiliki batasan, ukuran dan penghabisan. Hal itu karena Allah bukan sesuatu yang baharu seperti makhluk”.

Pada halaman 64 dalam kitab yang sama Al-Imam Ibn Furak juga mengatakan:

"واعلم أنا إذا قلنا إن الله عز وجل فوق ما خلق لم يرجع به إلى فوقية المكان والارتفاع على الأمكنة بالمسافة والإشراف عليها بالمماسة لشىء منها"

“Ketahuilah bahwa jika kita katakan Allah berada di atas segala sesuatu, pengertian “di atas” dalam hal ini bukan dalam pengertian arah dan tempat dengan adanya jarak antara para makhluk dengan-Nya, atau bahwa Dia menempel di arah atas dengan makhluk-Nya tersebut. (Namun yang dimaksud adalah ketinggian derajat dan keagungan-Nya)”.

Dari Imam al-Qusyairi (w 456 H), dalam Kitab ar-Risalah al-Qusyairiyyah; ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH
Seorang teolog terkemuka dan ahli fiqih yg sangat mashur, al-Imam Abu al-Muzhaffar al-Isfirayini (w 471 H) telah menuliskan sebuah kitab yang sangat penting berjudul at-Tabshîr Fî ad-Dîn. Sebuah karya dalam pembahasan firqah-firqah dalam Islam, termasuk di dalamnya pembahasan akidah Ahlussunnah dengan cukup detail. Di antara yang beliau tulis dalam penjelasan akidah Ahlussunnah sebagai berikut:

"الباب الخامس عشر في بيان اعتقاد أهل السنة والجماعة: وأن تعلم أن كل ما دل على حدوث شىء من الحد، والنهاية، والمكان، والجهة، والسكون، والحركة، فهو مستحيل عليه سبحانه وتعالى، لأن ما لا يكون محدثا لا يجوز عليه ما هو دليل على الحدوث"

“Bab ke lima belas tentang penjelasan akidah Ahlussunnah Wal Jama’ah; adalah berkeyakinan bahwa segala sesuatu yang menunjukan kebaharuan, memiliki ukuran, memiliki penghabisan, memiliki tempat dan arah, diam, dan bergerak, maka hal-hal semacam itu semua mustahil atas Allah. Karena Allah bukan makhluk baharu, maka mustahil atas-Nya segala sesuatu yang menunjukkan kebaharuan” (at-Tabshir Fiddin, hal. 161)

Dari Imam al-Baqillani (w 403 H) Dalam Kitab "al-Inshaf" ; ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH

Al-Imam al-Qadli Abu Bakar Muhammad al-Baqillani al-Maliki al-Asy’ari (w 403 H), seorang ulama terkemuka di kalangan Ahlussunnah yang sangat giat menegakan akidah Asy’ariyyah dan memerangi akidah sesat, dalam kitab al-Inshaf Fima Yajib I’tiqâduh Wa Lâ Yajûz al-Jahl Bih, h. 65, menuliskan sebagai berikut:

"ولا نقول إن العرش له- أي الله- قرار ولا مكان، لأن الله تعالى كان ولا مكان، فلما خلق المكان لم يتغير عما كان"

“Kita tidak mengatakan bahwa arsy adalah tempat bersemayam Allah. Karena Allah Azaliy; ada tanpa permulaan dan tanpa tempat. Maka setelah Dia menciptakan tempat ia tidak berubah (karena perubahan adalah tanpa makhluk)”.

Dan pada halaman 64 dalam kitab yang sama, al-Baqillani menuliskan berikut:

"ويجب أن يعلم أن كل ما يدل على الحدوث أو على سمة النقص فالرب تعالى يتقدس عنه، فمن ذلك: أنه تعالى متقدس عن الاختصاص بالجهات، والاتصاف بصفات المحدثات، وكذلك لا يوصف بالتحول والانتقال، ولا القيام ولا القعود، ولأن هذه الصفات تدل على الحدوث، والله تعالى يتقدس عن ذلك"

“Wajib diketahui bahwa segala apapun yang menunjukan kepada kebaharuan atau tanda-tanda kekurangan maka Allah maha suci dari pada itu semua. Di antara hal itu ialah bahwa Allah Maha Suci dari berada pada arah atau tempat. Dia tidak boleh disifat dengan sifat-sifat makhluk yang baharu. Demikian pula tidak boleh disifati dengan berubah dan pindah (bergerak), berdiri dan duduk, karena sifat-sifat tersebut menunjukan kebaharuan, dan Allah Maha Suci dari itu”.

Catatan tambahan;
Supaya anda kenal Siapa al-Baqillani dan Supaya anda Cinta kepada Ulama Ahlussunnah, Sesungguhnya :

Al-Imam al-Hafizh al-Mu’arrikh Ibn ‘Asakir dalam Tabyin Kadzib al-Muftari, Biografi al-Baqillani, hal. 221, mengutip dari Abu Abdillah al-Husain ibn Muhammad ad-Damighani, berkata:

"وكان أبو الحسن التميمي الحنبلي يقول لأصحابه: تمسكوا بهذا الرجل ـ أي بالباقلاني ـ فليس للسنة عنه غنى أبدًا. قال: وسمعت الشيخ أبا الفضل التميمي الحنبلي رحمه الله وهو عبد الواحد بن أبي الحسن بن عبد العزيز بن الحارث يقول: اجتمع رأسي ورأس القاضي أبي بكر محمد ابن الطيب ـ يعني الباقلاني ـ على مخدة واحدة سبع سنين. قال الشيخ أبو عبد الله: وحضر الشيخ أبو الفضل التميمي يوم وفاته العزاء حافيًا مع إخوته وأصحابه وأمر أن ينادى بين يدي جنازته :"هذا ناصر السنة والدين، هذا إمام المسلمين، هذا الذي كان يذب عن الشريعة ألسنة المخالفين، هذا الذي صنف سبعين ألف ورقة ردًّا على الملحدين"، وقعد للعزاء مع أصحابه ثلاثة أيام فلم يبرح، وكان يزور تربته كل يوم جمعة في الدار"

“Abu al-Hasan at-Tamimi al-Hanbali berkata kepada para sahabatnya: Berpeganglah kalian dengan orang ini (yang dimaksud adalah Abu Bakr al-Baqillani), oleh karena sunnah itu selamanya telah tercukupi oleh dirinya”. Berkata: “Dan aku telah mendengar Syekh Abu al-Fadl at-Tamimi al-Hanbali; dan dia itu adalah Abdul Wahid ibn Abi al-Hasan ibn Abdil ‘Aziz ibn al-Harits, bahwa ia berkata: “Kepalaku dan kepala Abu Bakr Muhammad ibn at-Thayyib (maksudnya al-Baqillani) selama tujuh tahun berada pada satu bantal (bila tidur)”. Syekh Abu Abdillah berkata: “Syekh Abu al-Fadl at-Tamimi datang pada hari wafatnya al-Baqillani tanpa memakai alas kaki, ia datang bersama saudara-saudara dan sahabat-sahabatnya, lalu ia memerintah seseorang untuk mengungumkan di hadapan banyak orang di depan jenazah al-Baqillani: “Orang ini adalah pembela sunnah dan agama, orang ini adalah imam bagi orang2 Islam, orang ini adalah yang telah memperjuangkan kesucian syari’at dari lidah orang-orang sesat, orang inilah yang telah menulis 70.000 lembar sebagai bantahan terhadap orang2 mulhid”. Saat itu Syekh Abu al-Fadl at-Tamimi bersama para sahabatnya selama tiga hari ta’ziyah berturut-turut tidak meninggalkan tempat, dan di setiap hari jum’at ia selalu mendatangi makam al-Baqillani”.

Imam Ibnu Hibban (w 354 H) berkeyakinan ALLAH ADA TANPA TEMPAT (Menohok Ajaran Sesat Wahabi)
Al-Hafizh al-Imam Muhammad ibn Hibban (w 354 H), penulis kitab hadits yang sangat mashur; Shahih Ibn Hibbân, dalam pembukaan salah satu kitab karyanya; at-Tsiqat, menuliskan sebagai berikut:

"الحمد لله الذي ليس له حد محدود فيحتوى، ولا له أجل معدود فيفنى، ولا يحيط به جوامع المكان ولا يشتمل عليه تواتر الزمان"

“Segala puji bagi Allah, Dzat yang bukan merupakan benda yang memiliki ukuran. Dia tidak terikat oleh hitungan waktu maka Dia tidak punah. Dia tidak diliputi oleh semua arah dan tempat. Dan Dia tidak terikat oleh perubahan zaman” (at-Tsiqat, juz. 1, hal. 1).

Dalam kitab yg lain Ibn Hibban menuliskan:

"كان- الله- ولا زمان ولا مكان"

“Allah ada tanpa permulaan, Allah ada sebelum ada tempat dan waktu” (Shahîh Ibn Hibban, juz. 8, hal. 4).

Juga berkata:

"كذلك ينزل- يعني الله- بلا ءالة ولا تحرك ولا انتقال من مكان إلى مكان "

“Sifat Nuzûl Allah bukan dengan alat, tidak dengan bergerak, dan bukan dalam pengertian berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain” (Shahih Ibn Hibban, juz. 2, hal. 136).


Imam al-Haramain Abu al-Ma’ali Abd al-Malik ibn Abdullah al-Juwaini (w 478 H), dalam Kitab al-Irsyad; ALLAH ADA TANPA TEMPAT

Imam al-Haramain Abu al-Ma’ali Abd al-Malik ibn Abdullah al-Juwaini (w 478 H), salah seorang guru terkemuka al-Imâm al-Ghazali, dalam kitab karyanya berjudul al-Irsyad Ila Qawathi’ al-Adillah menuliskan sebagai berikut:


"البارىء سبحانه وتعالى قائم بنفسه، متعال عن الافتقار إلى محل يحله أو مكان يقله"

“Ketahuilah bahwa di antara sifat Allah adalah Qiyâmuh Bi Nafsih; artinya Allah tidak membutuhkan kepada suatu apapun dari makhluk-Nya. Karenanya Dia Maha Suci dari membutuhkan kepada tempat untuk Ia tempatinya” (al-Irsyad Ila Qawathi’ al-Adillah, hal. 53)

Pada halaman lain dalam kitab yg sama Imam al-Haramain menuliskan:

"مذهب أهل الحق قاطبة أن الله سبحانه وتعالى يتعالى عن التحيز والتخصص بالجهات"

“Madzhab seluruh Ahl al-Haq telah menetapkan bahwa Allah maha suci dari tempat dan maha suci dari berada pada arah” (al-Irsyad Ila Qawathi’ al-Adillah, hal. 58)

Dalam karya lain berjudul as-Syamil Fi Ushul ad-din, beliau menuliskan sebagai berikut:

"واعلموا أن مذهب أهل الحق: أن الرب سبحانه وتعالى يتقدس عن شغل حيز، وبتنزه عن الاختصاص بجهة وذهبت المشبهة إلى أنه مختص بجهة فوق، ثم افترقت ءاراؤهم بعد الاتفاق منهم على إثبات الجهة، فصار غلاة المشبهة إلى أن الرب تعالى مماس للصفحة العليا من العرش وهو مماشه، وجوزوا عليه التحول والانتقال وتبدل الجهات والحركات والسكنات، وقد حكينا جملا من فضائح مذهبهم فيما تقدم"

“Ketahuilah bahwa madzhab Ahl al-Haq menetapkan bahwa Allah suci dari berada pada tempat dan suci dari berada pada arah. Sementara kaum Musyabbihah berpendapat bahwa Allah berada di arah atas. Kaum Musyabbihah tersebut sepakat bahwa Allah berada di arah atas, namun demikain mereka kemudian saliang berselisih pendapat. Di antara mereka yang sangat ekstrim berpendapat bahwa Allah menempel pada arsy dari arah atasnya. Mereka juga membolehkan atas Allah adanya perubahan-perubahan, berpindah-pindah arah, bergerak dan diam. Beberapa di antara kerusakan keyakinan mereka telah kita bongkar pada penjelasan yang telah lalu” (as-Syamil Fi Ushul ad-din, hal. 511)

NB : Orang2 Wahabi akan berkata: "Mana dalil al-Qur'an dan Hadits menunjukan Allah ada tanpa tempat"?? Inilah omongan orang yg tidak punya "modal", akibat ga mau mengkaji karya para ulama. Anda katakan kepada orang tersebut: "Siapa yg lebih paham terhadap al-Qur'an dan Hadits; Imam al-Haramain atau ente...??? Ente kira Imam terkemuka sekelas beliau mengatakan "ALLAH ADA TANPA TEMPAT" bukan dengan dasar al-Qur'an dan Hadits??".

Benar, orang2 Wahabi hanya akan menerima perkataan Ibn Taimiyah, Ibn Qayyim, Ibn Ba's, Utsaimin, dan orang2 yg sepaham dengan mereka, seper firanda dkk. Inilah contoh cara beragama yg "se-enak perut"

Cerita Tentang Sampainya Kiriman Pahala Untuk Ahli Kubur


Wa ro'at imro'atun waladahaa ba'da mautihi yu'dzabu, fa hazinat lidzalik wa bakat, tsumma ro'athu ba'da dzalik wa huwa finnuuri warrohmati... fa sa'alathhu 'an dzalika, fa qoola marro rojulun bil maqbaroti fa sholla 'alannabi shollohu 'alaihi wasallam WA AHDAA TSAWAABAHA LIL AMWATI fa hashola nashiibiy almaghfirota...
( Irsyadul Ibad Hal hal 63 cet al haromain )

Ada seorang perempuan bermimpi melihat anaknya yg sudah meninggal, dia ( anaknya ) tersiksa dalam kuburnya... kemudian perempuan itu sedih & menangis karena hal itu... Kemudian suatu hari perempuan itu bermimpi lagi, namun dia melihat anaknya kali ini sudah mendapatkan suasana yg mengembirakan yaitu kuburannya bersinar dengan cahaya & rupanya mendapat rahmat... kemudian ia bertanya pada anaknya tentang hal itu, kemudian anaknya menjawab : " Ada seorang lelaki lewat di kuburan, lalu lelaki itu MEMBACA SHOLAWAT & MENGHADIAHKAN PAHALANYA KEPADA ORANG2 YG SUDAH MENINGGAL... LALU AKU PUN MENDAPATKAN BAGIAN PENGAMPUAN DARI ALLAH....

Jadi kirim pahala untuk mayyit ITU SAMPAI.... kalau memang cerita ini bohong, tidak mungkin Syaikh Zainuddin Bin Abdul Aziz al Maliybari memuat cerita ini dalam kitab yg namanya Irsyadul Ibad... Masak muallif kitab ini mau menunjukkan kita ke jalan yg sesat,...??? Ya gak mungkin dooonk...
Gimane sich enteeee.... ?? :D

Cerita Tentang Anjuran Ziarah Kubur Ke Makam Para Auliya'

Ada seorang pedagang meninggal dunia, mempunyai warisan harta, dua anak lelaki dan tiga rambut Rosulullah... lalu dua anaknya itu membagi hartanya menjadi 3 dua bagian, lantas mengabil satu rambut untuk satu anak.... tinggal satu rambut lagi yg tidak di bagi.... Saudara yg besar minta agar rambut satu dipotong saja menjadi dua, lantas saudara yg kecil merasa tidak enak, & keberatan kalau rambut Rosul di potong, lantaran menghormati kedudukan Rosul...
Lantas saudara yg besar berkata : maukah kamu mengambil seluruh tiga rambut, namun harta peninggalan ayah saya ambil seluruhnya & kamu tidak saya kasih... lantas yg kecil menjawab : Boleh, ambillah harta ini... Kemudia saudara yg kecil meletakkan tiga rambut Rosul di sakunya.... Di suatu saat rambut itu di keluarkan & dilihatnya lalu membaca sholawat... Dalam waktu yg relatif pendek, akhirnya harta bendanya menjadi banyak, sedang harta saudara yg besar menjadi habis....
Ketika saudara yg kecil meninggal, lalu ada sebagian orang2 sholih bermimpi bertemu dengannya, dan di sampingnya ada Rosulullah berdiri, dan Rosulullah berkata kepada orang yg bermimpi : Katakanlah kepada orang banyak " Barang siapa yg mempunyai kebutuhan kepada Allah, hendaklah datang ke kuburan fulan & mengadukan keperluannya kepada Allah... "

Akhirnya banyak orang yg datang ke kuburannya sehingga orang2 yg naik kendaran turun lantas berjalan kaki....

Kitab Irsyadul Ibad hal 62 cet al haromain

Naaahh... Sebetulnya kitab irsyadul ibad ini sudah cukup untuk membungkam salafi wahabi.... Bagaimana mungkin orang yg datang kekuburan orang2 sholih & para auliya' di katakan nyembah kubur.... ???? Tidak masuk akal sama sekali.....
Ya memang tidak masul ke akal kalau kitabnya di masukin ke akal, tapi kalau kandungan / isi kitabnya bisa masuk ke akal... itu pun kalau punya akal.....
Kalau cerita ini TAHAYYUL, tidak mungkin muallif memuat cerita tahayyul dalam kitabnya yg bernama Irsyadul Ibad.... & tidak mungkin Syaikh Zainuddin menyuruh kita nyembah kubur....

 

Imam Bukhori & Bid'ah Hasanah Yang Beliau Lakukan



Bismillahirrohmanirrohiim…

Sholat Sunnah Dan Mandi Setiap Menulis Hadist.

(طبقات الشافعية الكبرى – ج 2 / ص 162)
وقال الفربرى قال لى محمد بن إسماعيل ما وضعت فى الصحيح حديثا إلا اغتسلت قبل ذلك وصليت ركعتين

Imam Farbari berkata: “Muhammad bin Ismail (Imam Bukhori) berkata padaku:“Tidak pernah aku meletakkan hadist shohih dalam kitab shohihku, kecuali sebelumnya aku mandi dan sholat dua rakaat”.

Keterangan inipun juga tercantum dalam karya Imam Al Munawi, Faidlul Qodir:

( فيض القدير – (ج 1 / ص 31)
وقال إنه ألفه من زهاء ستمائة ألف وأنه ما وضع فيه حديثا إلا اغتسل بماء زمزم وصلى خلف المقام ركعتين

“Imam Bukhori tidak pernah meletakkan hadist (dalam kitab Shohihnya), kecuali mandi dengan air zam-zam dan sholat dua rakaat dibelakang makam Ibarahim”.

Sebagai penguat, Keterangan inipun juga di rekam oleh Imam Abu Ya’la Al Hanbali Dalam kitab beliau Thobaqotul Hanabilah....

طبقات الحنابلة – ابن أبي يعلى ج 1 / ص 106- (110)
أخبرنا أحمد البغدادي حدثني علي بن أحمد الأصبهاني قال: سمعت أبا الهيثم الكشميهني يقول سمعت محمد بن يوسف الفربري يقول قال: لي محمد بن إسماعيل البخاري ما وضعت في كتاب الصحيح حديثا إلا اغتسلت قبل ذلك وصليت ركعتين.


Menghatamkan Al Qur’an Di Waktu Tertentu.

(3) طبقات الشافعية الكبرى – (ج 2 / ص 164)
وكان البخارى يختم القرآن كل يوم نهارا ويقرأ فى الليل عند السحر ثلثا من القرآن فمجموع ورده ختمة وثلث ختمة, وكان يقول أرجو أن ألقى الله ولا يحاسبنى باغتياب أحد, وكان يصلى ذات يوم فلسعه الزنبور سبع عشرة مرة ولم يقطع صلاته ولا تغير حاله

Imam Tajuddin As Subki menuturkan:“Imam Bukhori waktu siang hari menghatamkan alqur’an. Malam waktu sahur membaca 2/3 Qur’an”. Beliau berkata:“Aku ingin waktu menghadap Alloh. Alloh tidak ada meng-hisabku karena menggunjung seseorang”. Suatu hari, waktu beliau melaksanakan sholat ada kumbang besar yang menyengatnya sampai tujuh belas kali, namun beliau tetap melanjutkan solat dan tidak bergerak”.

Sebagai penguat, Keterangan inipun juga di rekam oleh Imam Abu Ya’la Al Hanbali Dalam kitab beliau Thobaqotul Hanabilah....

طبقات الحنابلة – ابن أبي يعلى (ج 1 / ص 106-110)
أخبرنا أبو بكر البغدادي أخبرني محمد بن أحمد بن يعقوب أخبرنا محمد بن نعيم الضبي أخبرنا محمد بن خالد المطوعي حدثنا مسيح بن سعيد قال: كان محمد بن إسماعيل البخاري إذا كان أول ليلة من شهر رمضان يجمع إليه أصحابه فيصلي بهم ويقرأ في كل ركعة عشرين آية وكذلك إلى أن يختم القرآن وكان يقرأ في السحر ما بين النصف إلى الثلث من القرآن فيختم عند السحر في كل ثلاث ليال وكان يختم بالنهار كل يوم ختمة ويكون ختمه عند الإفطار كل ليلة يقول عند كل ختم دعوة مستجابة. أخبرنا الخطيب أخبرني أبو الوليد الدرنبدي أخبرنا محمد بن أحمد بن محمد بن سليمان الحافظ حدثنا أحمد بن محمد بن عمر المقرىء قال سمعت بكر بن منير يقول كان محمد بن إسماعيل البخاري يصلي ذات يوم فلسعته الزنبور سبع عشرة مرة فلما قضى صلاته قال: انظروا إيش هذا الذي آذاني في صلاتي فنظروا فإذا الزنبور قد ورمه في سبعة عشر موضعاً ولم يقطع صلاته


Membiarkan Sahabat Mencium Kaki Beliau.

قال الحاكم أبو عبد الله سمعت أبا نصر أحمد بن محمد الوراق يقول سمعت أبا حامد أحمد بن حمدون يقول سمعت مسلم بن الحجاج وجاء إلى محمد بن إسماعيل البخارى فقبل ما بين عينيه وقال دعنى حتى أقبل رجليك يا أستاذ الأستاذين ومسند المحدثين ويا طبيب الحديث فى علله حدثك محمد بن سلام حدثنا مخلد بن يزيد الحرانى

Imam Muslim bin Hajjaj (Pengarang Shohih Muslim) mendatangi Imam Muhammad bin Ismail Al Bukhori. Kemudian beliau mencium kening Imam Bukhori dan berkata: “Biarkanlah aku untuk mencium kedua kakimu wahai Guru para guru, sandaran ahli hadist dan yang mengharumkan hadist”.

Keterangan ini di perkuat juga oleh Imam Al Munawi dalam kitabnya :

فيض القدير – (ج 1 / ص 31)
وروى عنه مسلم خارج الصحيح.وكان يقول له: دعني أقبل رجلك يا طيب الحديث يا أستاذ الأستاذين.

“Imam Muslim meriwayatkan hadist dari Imam Bukhori di luar kitab Shohih Muslimnya. Dan Imam Muslim berkata pada Imam Bukhori:“Biarkanlah aku mencium kakimu wahai orang yang mengharumkan hadist, wahai guru para guru”.

Sebagai penguat, keterangan inipun juga di rekam oleh Imam Abu Ya’la Al Hanbali Dalam kitab beliau Thobaqotul Hanabilah.....

طبقات الحنابلة – ابن أبي يعلى (ج 1 / ص 106-110)
أخبرنا محمد بن أحمد الأصفهاني أخبرنا أبو سعيد إسماعيل بن عمرو بن أبي عمرو البحتري النيسابوري قدم علينا قال: أخبرنا عمي أبو عثمان سعيد بن محمد النيسابوري إجازة قال: أخبرنا أبو نصر أحمد بن الحسين بن أحمد بن حمويه الوراق حدثنا أبو حامد أحمد بن حمدون بن رستم قال: سمعت مسلم بن الحجاج وجاء إلى محمد بن إسماعيل البخاري فقبل ما بين عينيه وقال دعني حتى أقبل رجليك يا أستاذ الأستاذين وسيد المحدثين وطبيب الحديث

Apa yang dilakukan Imam Muslim sesuai dengan perkataan Imam Ahmad bin Hanbal:“(keutamaan) Manusia tergantung dengan guru-gurunya, apabila guru sudah menjauh, kemana hidup akan di sandarkan?”


Sholat Sunnah Berjamaah Setiap Awal Ramadlan.

طبقات الشافعية الكبرى – (ج 2 / ص 165)
وقال نسج بن سعيد كان محمد بن إسماعيل البخارى إذا كان أول ليلة من شهر رمضان تجتمع إليه أصحابه فيصلى بهم ويقرأ فى كل ركعة عشرين آية وكذلك إلى أن يختم القرآن وكان يقرأ فى السحر ما بين النصف إلى الثلث من القرآن فيختم عند السحر فى كل ثلاث ليال وكان يختم بالنهار فى كل يوم ختمة ويكون ختمة عند الإفطار كل ليلة ويقول عند كل ختم دعوة مستجابة. وقال بكر بن منير سمعت البخارى يقول أرجو أن ألقى الله ولا يحاسبنى أنى اغتبت أحدا. قال شيخنا أبو عبد الله الحافظ يشهد لهذه المقالة كلامه فى الجرح والتعديل فإنه أبلغ ما يقول في الرجل المتروك أو الساقط فيه نظر أو سكتوا عنه ولا يكاد يقول فلان كذاب ولا فلان يضع الحديث وهذا من شدة ورعه. قلت وأبلغ تضعيفه قوله فى المجروح منكر الحديث. قال ابن القطان قال البخارى كل من قلت فيه منكر الحديث فلا تحل الرواية عنه.

Imam Nasj bin Sa’id bertutur: “Pada setiap awal malam ramadhan Imam Bukhori berkumpul bersama para sahabatnya, kemudian melakukan sholat berjamaah dan membaca dua puluh ayat dalam satu rakaat. Hal tersebut dilakukan sampai Al Qur’an Hatam. Dan beliau pada waktu sahur yakniantara separuh malam sampai sepertiga malam membaca al Qur’an, menghatamkannya setiap tiga hari. Beliaupun menghatamkan Al Qur’an setiap hari waktu berbuka puasa dan setiap menghatamkan Al Qur’an beliau berdo’a yang mustajab”. “Aku mendengar Imam Bukhori berkata” : Aku Ingin menghadap Alloh dan Alloh tidak menghisabku karena aku tidak menggunjing Orang”. kata Imam Bakar bin Munir.

Keterangan inipun juga di rekam oleh Imam Abu Ya’la Al Hanbali Dalam kitab beliau Thobaqotul Hanabilah

طبقات الحنابلة – ابن أبي يعلى (ج 1 / ص 106-110)
أنبأنا خال أمي علي بن البسري عن ابن بطة قال: سمعت الحسين بن إسماعيل المحاملي يقول سمعت محمد بن إسماعيل البخاري يقول سمعت أحمد بن حنبل يقول إنما الناس بشيوخهم فإذا ذهب الشيوخ تودع من العيش؟

Hukum Menghidangkan Makanan Kenduri Kematian Menurut al-Imam Ibnu Hajar al-Haytami



Telah ditanya al-Imam Ibnu Hajar al-Haitami -semoga Allah Ta’aala selalu memberikan manfaat dengan beliau- mengenai permasalahan menyediakan makanan bagi orang ta’ziyah yang umum dilakukan di negeri Yaman, yang mana hal tersebut kadang dilakukan oleh orang lain (bukan keluarga) namun semua pengeluaran (biaya) dimintakan kepada ahli waris dan kadang-kadang dikerjakan oleh salah seorang ahli waris dan semua biaya dimintakan kepada ahli waris yang lain. Maka bagaimanakah hukumnya (menyediakan makanan tersebut)?

al-Imam Ibnu Hajar al-Haitami menjawab:

Bila menyediakan makanan bagi orang-orang yang berta’ziyah tersebut mendorong kepada maksiat seperti niyahah maka hukumnya haram secara mutlaq (baik yang melakukannya pewaris atau orang lain, menggunakan harta mahjur ‘alaih ataupun tidak) dan jika menyediakan makanan tersebut tidak mendorong kepada maksiat dan dilakukan oleh orang lain tanpa ada izin dari pewaris hukumnya boleh dan tidak dapat dimintakan biaya kepada ahli waris karena ia melakukan tabarru’ (kebaikan). Demikian juga diperbolehkan jika dilakukan oleh sebagian ahli waris tanpa ada izin dari ahli waris lainnya maka tidak dapat dimintakan ganti biayanya kepada ahli waris lainnya.
Dan haram bagi pewaris atau orang yang menerima wasiat melakukan hal tersebut (menyediakan makanan bagi orang yang berta’ziah) dari harta peninggalan bila ada sebagian ahli waris yang belum mukallaf atau mahjur ‘alaih (orang yang tidak dibolehkan mempergunakan harta) karena boros (safih).
Bila si mayat mewasiatkannya (penyediaan makanan untuk orang yang berta’ziah) maka jika atas jalan haram atau makruh maka masiatnya tidak berlaku. Dan bila tidak (bukan atas jalan haram atau makhruh) maka wasiat tersebut berlaku hanya dari 1/3 harta si mayat jika tidak di izinkan oleh ahli waris untuk lebih dari kadar 1/3 harta mayat, maka pada saat demikian boleh dikerjakan oleh orang yang di wasiatkan. Wallahu a’lam....

Kesimpulan:
Dari jawaban al-Imam Ibnu Hajar al-Haitami dapat disimpulkan bahwa hukum menyediakan makanan pada hari kematian adalah;
1. Dihukumi Haram, apabila :
a. Pemberian makanan tersebut untuk mendorong orang-orang melakukan kemaksiatan seperti niyahah atau meratapi kematian. (Faktanya di masyarakat tidak pernah kita melihat ada orang yang menyediakan makanan dengan tujuan untuk niyahah seperti ini)
b. Di ambil dari harta warisan sedangkan di antara ahli waris ada yang belum baligh atau mahjur `alaih (misalnya orang gila)
2. Dihukumi Boleh, apabila:
a. Menggunakan harta selain harta warisan
b. Menggunakan harta warisan atas dasar persetujuan semua ahli waris.
c. Dikerjakan oleh sebagian ahli waris dari harta miliknya sendiri (selain harta warisan) atau harta warisan yang menjadi bagiannya.
3. Apabila orang yang wafat tersebut pernah mewasiatkan untuk menyediakan makanan pada hari kematiannya, maka pelaksanaan wasiat tersebut hanya berlaku pada kasus dimana menghidangkan makanan dihukumi boleh, sedangkan pada kasus haram atau makruh maka wasiat tersebut tidak berlaku...

Menjelang Wafatnya Baginda Nabi Muhammad Shollallohu 'Alaihi Wasallam

Bismillahir rahmanirrahiim....


مجمع الزوائد ومنبع الفوائد الجزء ٩ الصفحة ٢٩-٣٠ مكتبة الشاملة
المؤلف : أبو الحسن نور الدين علي بن أبي بكر بن سليمان الهيثمي

المعجم الكبير الجزء ٣ الصفحة ١٠٣-١٠٧ مكتبة الشاملة
المؤلف : الطبراني

فلما كان يوم الاثنين اشتد به الأمر ، وأوحى الله عز وجل إلى ملك الموت صلى الله عليه وسلم أن اهبط إلى حبيبي وصفيي محمد صلى الله عليه وسلم في أحسن صورة ، وارفق به في قبض روحه ، فهبط ملك الموت صلى الله عليه وسلم ، فوقف بالباب شبه أعرابي ، ثم قال :السلام عليكم يا أهل بيت النبوة ، ومعدن الرسالة ، ومختلف الملائكة ، أدخل ؟ فقالت عائشة رضي الله تعالى عنها لفاطمة : أجيبي الرجل ، فقالت فاطمة : آجرك الله في ممشاك يا عبد الله ، إن رسول الله مشغول بنفسه ، فدعا الثانية ، فقالت عائشة : يا فاطمة أجيبي الرجل ، فقالت فاطمة : آجرك الله في ممشاك يا عبد الله ، إن رسول الله مشغول بنفسه ، ثم دعا الثالثة : السلام عليكم يا أهل النبوة ، ومعدن الرسالة ، ومختلف الملائكة ، أأدخل ؟ فلا بد من الدخول ، فسمع رسول الله صلى الله عليه وسلم صوت ملك الموت صلى الله عليه وسلم ، فقال : " يا فاطمة من بالباب ؟ " فقالت : يا رسول الله ، إن رجلا بالباب يستأذن في الدخول ، فأجبناه مرة بعد أخرى ، فنادى في الثالثة صوتا اقشعر منه جلدي ، وارتعدت فرائصي ، فقال لها النبي صلى الله عليه وسلم : " يا فاطمة ، أتدرين من بالباب ؟ هذا هادم اللذات ، ومفرق الجماعات ، هذا مرمل الأزواج ، وموتم الأولاد ، هذا مخرب الدور ، وعامر القبور ، هذا ملك الموت صلى الله عليه وسلم ، ادخل رحمك الله يا ملك الموت " ، فدخل ملك الموت على رسول الله صلى الله عليه وسلم ، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم " يا ملك الموت ، جئتني زائرا أم قابضا ؟ " قال : جئتك زائرا وقابضا ، وأمرني الله عز وجل أن لا أدخل عليك إلا بإذنك ، ولا أقبض روحك إلا بإذنك ، فإن أذنت وإلا رجعت إلى ربي عز وجل ، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " يا ملك الموت ، أين خلفت حبيبي جبريل ؟ " قال : خلفته في السماء الدنيا والملائكة يعزونه فيك ، فما كان بأسرع أن أتاه جبريل عليه السلام ، فقعد عند رأسه ، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " يا جبريل ، هذا الرحيل من الدنيا ، فبشرني ما لي عند الله ؟ " قال : أبشرك يا حبيب الله أني قد تركت أبواب السماء قد فتحت ، والملائكة قد قاموا صفوفا صفوفا بالتحية والريحان يحيون روحك يا محمد ، فقال : " لوجه ربي الحمد ، وبشرني يا جبريل " ، قال : أبشرك أن أبواب الجنان قد فتحت ، وأنهارها قد اطردت ، وأشجارها قد تدلت ، وحورها قد تزينت لقدوم روحك يا محمد ، قال : " لوجه ربي الحمد ، فبشرني يا جبريل " ، قال : أنت أول شافع وأول مشفع في القيامة ، قال : " لوجه ربي الحمد " ، قال جبريل : يا حبيبي ، عم تسألني ؟ قال : أسألك عن غمي وهمي ، من لقراء القرآن من بعدي ؟ من لصوم شهر رمضان من بعدي ؟ من لحاج بيت الله الحرام من بعدي ؟ من لأمتي المصفاة من بعدي ؟ قال : أبشر يا حبيب الله ، فإن الله عز وجل ، يقول" قد حرمت الجنة على جميع الأنبياء والأمم حتى تداخلها أنت وأمتك يا محمد " ، قال : " الآن طابت نفسي ، إذن يا ملك الموت فانته إلى ما أمرت " ، فقال علي رضي الله تعالى عنه : يا رسول الله ، إذا أنت قبضت فمن يغسلك ؟ وفيم نكفنك ؟ ومن يصلى عليك ؟ ومن يدخل القبر ؟ فقال النبي صلى الله عليه وسلم : " يا علي أما الغسل فاغسلني أنت ، والفضل بن عباس يصب عليك الماء ، وجبريل عليه السلام ثالثكما ، فإذا أنتم فرغتم من غسلي فكفنوني في ثلاثة أثواب جدد ، وجبريل عليه السلام يأتيني بحنوط من الجنة ، فإذا أنتم وضعتموني على السرير فضعوني في المسجد واخرجوا عني ، فإن أول من يصلي علي الرب عز وجل من فوق عرشه ، ثم جبريل عليه السلام ، ثم ميكائيل ، ثم إسرافيل عليهما السلام ، ثم الملائكة زمرا زمرا ، ثم ادخلوا ، فقوموا صفوفا لا يتقدم علي أحد " ، فقالت فاطمة رضي الله تعالى عنها : اليوم الفراق ، فمتى ألقاك ؟ فقال لها : " يا بنية ، تلقينني يوم القيامة عند الحوض وأنا أسقي من يرد على الحوض من أمتي " ، قالت : فإن لم ألقك يا رسول الله ؟ قال " تلقينني عند الميزان وأنا أشفع لأمتي " ، قالت : فإن لم ألقك يا رسول الله ؟ قال : " تلقينني عند الصراط وأنا أنادي ربي سلم أمتي من النار " ، فدنا ملك الموت صلى الله عليه وسلم يعالج قبض رسول الله صلى الله عليه وسلم ، فلما بلغ الروح الركبتين ، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " أوه " ، فلما بلغ الروح السرة نادى النبي صلى الله عليه وسلم : " واكرباه " ، فقالت فاطمة عليها السلام : كربي يا أبتاه ، فلما بلغ الروح إلى الثندؤة نادى النبي صلى الله عليه وسلم : " يا جبريل ، ما أشد مرارة الموت " ، فولى جبريل عليه السلام وجهه عن رسول الله صلى الله عليه وسلم ، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " يا جبريل ، كرهت النظر إلي ؟ " فقال جبريل صلى الله عليه وسلم : يا حبيبي ، ومن تطيق نفسه أن ينظر إليك وأنت تعالج سكرات الموت ؟ فقبض رسول الله صلى الله عليه وسلم " ، فغسله علي بن أبي طالب ، وابن عباس يصب عليه الماء ، وجبريل عليه السلام معهما ، وكفن بثلاثة أثواب جدد ، وحمل على سرير ، ثم أدخلوه المسجد ، ووضعوه في المسجد ، وخرج الناس عنه ، فأول من صلى عليه الرب تعالى من فوق عرشه ، ثم جبريل ، ثم ميكائيل ، ثم إسرافيل ، ثم الملائكة زمرا زمرا ، قال علي رضي الله تعالى عنه : لقد سمعنا في المسجد همهمة ، ولم نر لهم شخصا ، فسمعنا هاتفا يهتف ، ويقول : ادخلوا رحمكم الله فصلوا على نبيكم صلى الله عليه وسلم ، فدخلنا ، وقمنا صفوفا صفوفا كما أمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم ، فكبرنا بتكبير جبريل عليه السلام ، وصلينا على رسول الله صلى الله عليه وسلم بصلاة جبريل عليه السلام ، ما تقدم منا أحد على رسول الله صلى الله عليه وسلم ، ودخل القبر أبو بكر الصديق ، وعلي بن أبي طالب ، وابن عباس رضي الله تعالى عنهم ، ودفن رسول الله صلى الله عليه وسلم ، فلما انصرف الناس ، قالت فاطمة لعلي رضي الله تعالى عنه : يا أبا الحسن ، دفنتم رسول الله صلى الله عليه وسلم ؟ قال : نعم ، قالت فاطمة رضي الله تعالى عنها : كيف طابت أنفسكم أن تحثوا التراب على رسول الله صلى الله عليه وسلم ؟ أما كان في صدوركم لرسول الله صلى الله عليه وسلم الرحمة ، أما كان معلم الخير ؟ قال : بلى يا فاطمة ، ولكن أمر الله الذي لا مرد له ، فجعلت تبكي وتندب ، وهي تقول : يا أبتاه ، الآن انقطع جبريل عليه السلام ، وكان جبريل يأتينا با لوحي من السماء.....إلخ


Pada hari esoknya yaitu pada hari Senin, Allah mewahyukan kepada Malaikat Maut supaya dia turun menemui Rasulullah S.A.W dengan berpakaian sebaik-baiknya. Dan Allah menyuruh Malaikat Maut mencabut nyawa Rasulullah SAW dengan lemah lembut. Seandainya Rasulullah menyuruhnya masuk, maka dia dibolehkan masuk
Tetapi jika Rasulullah SAW tidak mengizinkannya, dia tidak boleh masuk dan hendaklah dia kembali saja.

Maka turunlah Malaikat Maut untuk menunaikan perintah Allah SWT.
Dia menyamar sebagai orang biasa. Setelah sampai di depan pintu tempat kediaman Rasulullah SAW,
Malaikat Maut itupun berkata,
Assalamualaikum wahai ahli rumah kenabian, sumber wahyu dan risalah...!!!

Fatimah pun keluar menemuinya dan berkata kepada tamunya itu,
Wahai Abdullah (hamba Allah),Rasulullah sekarang dalam keadaan sakit.

Kemudian Malaikat Maut itu memberi salam lagi.
Assalamualaikum, bolehkah saya masuk...???

Akhirnya Rasulullah SAW mendengar suara Malaikat Maut itu, lalu baginda bertanya kepada puterinya Fatimah:
Siapakah yang ada di muka pintu itu..???
Fatimah menjawab
Seorang lelaki memanggil baginda.Saya katakan kepadanya bahwa baginda dalam keadaan sakit. Kemudian dia memanggil sekali lagi dengan suara yang menggetarkan sukma.
Rasulullah SAW bersabda:
Tahukah kamu siapakah dia...???

Fatimah menjawab:
Tidak wahai baginda.

Lalu Rasulullah SAW menjelaskan:
Wahai anak ku Fatimah, dia adalah pengusir kelezatan, pemutus keinginan, pemisah jemaah dan yang meramaikan kubur

Kemudian Rasulullah SAW bersabda:
Masuklah, wahai Malaikat Maut.

Maka masuklah Malaikat Maut itu sambil mengucapkan:
Assalamualaika ya Rasulullah.

Rasulullah SAW pun menjawab:
Waalaikassalam ya Malaikat Maut Engkau datang untuk berziarah atau untuk mencabut nyawaku?

Malaikat Maut menjawab:
Saya datang untuk ziarah sekaligus mencabut nyawa. Jika tuan izinkan akan saya lakukan. Jika tidak, saya akan pulang.

Rasulullah SAW bertanya:
Wahai Malaikat Maut, di mana engkau tinggalkan kecintaanku Jibril...???

Jawab Malaikat Maut:
Saya tinggalkan Jibril di langit dunia, semua para malaikat sedang memuliakan dia.Malaikat Jibril adalah salah satu malaikat yang memiliki posisi paling utama

Rasulullah SAW bertanya:
Dapatkah aku minta Jibril untuk turun...???
Baru saja selesai bicara, tiba-tiba Jibril as. datang lalu duduk di samping Rasulullah SAW
Maka bersabdalah Rasulullah SAW
Wahai Jibril, tidakkah engkau mengetahui bahwa ajalku telah dekat..???

Jibril menjawab: Ya, wahai kekasih Allah.
Seterusnya Rasulullah S.A.W bersabda:
Beritahu kepadaku wahai Jibril, apakah yang telah disediakan Allah untukku di sisinya...???
Jibril pun menjawab:
Bahwasanya pintu-pintu langit telah dibuka, sedangkan malaikat-malaikat telah berbaris untuk menyambut rohmu. "

Baginda SAW bersabda:
Segala puji dan syukur bagi Tuhanku. Wahai Jibril, apa lagi yang telah disediakan Allah untukku?

Jibril menjawab lagi:
Bahwasanya pintu-pintu Syurga telah dibuka, dan bidadari-bidadari telah berhias, sungai-sungai telah mengalir, dan buah-buahnya telah ranum, semuanya menanti kedatangan rohmu.

Baginda SAW bersabda lagi:
Segala puji dan syukur untuk Tuhanku. Beritahu lagi wahai Jibril, apa lagi yang disediakan Allah untukku?
Jibril menjawab:
Aku memberikan berita gembira untuk tuan. Tuanlah yang pertama-tama diizinkan sebagai pemberi syafaat pada hari kiamat nanti.

Kemudian Rasulullah SAW bersabda?
Segala puji dan syukur aku panjatkan untuk Tuhanku. Wahai Jibril beritahu kepadaku lagi tentang kabar yang menggembirakan aku.
Jibril as. bertanya:
Wahai kekasih Allah, apa sebenarnya yang ingin tuan tanyakan?

Rasulullah SAW menjawab:
Tentang kegelisahanku. Apakah yang akan diperoleh oleh orang-orang yang membaca Al-Quran sesudahku? Apakah yang akan diperoleh orang-orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan sesudahku? Apakah yang akan diperoleh orang-orang yang berziarah ke Baitul Haram sesudahku?

Jibril menjawab: "Saya membawa kabar gembira untuk baginda. Sesungguhnya Allah telah berfirman: Aku telah mengharamkan Syurga bagi semua Nabi dan umat, sampai engkau dan umatmu memasukinya terlebih dahulu.

Maka berkatalah Rasulullah SAW.
Sekarang, tenanglah hati dan perasaanku.
Wahai Malaikat Maut dekatlah kepadaku.Lalu Malaikat Maut pun mendekati Rasulullah SAW

Ali ra. bertanya:
Wahai Rasulullah SAW siapakah yang akan memandikan baginda dan siapakah yang akan mengafaninya?

Rasulullah menjawab:
Adapun yang memandikan aku adalah engkau wahai Ali, sedangkan Ibnu Abbas menyiramkan airnya dan Jibril akan membawa hanuth (minyak wangi) dari dalam Syurga.

Kemudian Malaikat Maut pun mulai mencabut nyawa Rasulullah S.A.W. Ketika roh baginda sampai di pusat perut,
baginda berkata:
Wahai Jibril, alangkah pedihnya maut.
Mendengar ucapan Rasulullah itu, Jibril a. s. memalingkan mukanya.

Lalu Rasulullah SAW bertanya:
Wahai Jibril, apakah engkau tidak suka memandang mukaku?

Jibril menjawab dengan keadaan sedih ?
Wahai kekasih Allah, siapakah yang sanggup melihat muka baginda, sedangkan baginda sedang merasakan sakitnya maut?
Akhirnya roh yang mulia itupun meninggalkan jasad Rasulullah SAW.

Anas bin Malik ra berkata : Ketika roh Rasulullah saw telah sampai di dada beliau telah bersabda:
Aku wasiatkan kepada kamu agar kamu semua menjaga shalat dan apa-apa yang telah diperintahkan ke atasmu.

Ali ra berkata:"Rasulullah saw ketika menjelang saat-saat terakhir, telah menggerakkan kedua bibir beliau sebanyak dua kali, dan saya meletakkan telinga, saya dengan Rasulullah saw berkata: "Umatku, umatku." Hikmah dari kisah: - Rasulullah adalah pemimpin yang bertanggung jawab dan tidak dzolim sehingga beliau merelakan tubuhnya untuk di qisash (di hukum balas), karena beliau takut pernah mendzolimi orang lain. - Rasulullah adalah pemimpin yang sangat di cintai umat dan para sahabatnya sehingga ketika mengetahui ajal Rasul sudah dekat menangislah semua sahabat. - Rasulullah sangat mencintai kita sebagai umatnya sehingga detik-detik terakhir menjelang wafat beliau berkata ummati, ummati sampai tiga kali, bukan keluarga beliau ataupun Istri-istri beliau.


NB : Kematian adalah peristiwa yang dahsyat, sampai-sampai malaikat maut dengan lembut mencabut Roh baginda Rasulullah pun masih terasa sakit ,bagaimana ketika kita ditarik rouh dari badan sedangkan kita berlumur dosa ,Saudaraku ..... alangkah pedihnya sakaratul maut! alangkah berat penderitannya! maka apakah harapan setelah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang dapat meneguk segarnya segelas kematian

Marilah kita berdoa bersama semoga kita diringankan oleh ALLAH dari sakit dicabut roh

اللهم هون علينا سكرات الموت يوم تطوى صحائفنا وتنقضي أيامنا
برحمتك يا راحم المستعيذين بك وواهب المخطئين لعفوك

Ya Allah, ringankanlah atas kami sakaratul maut ketika Engkau menutup lembaran hidupku, ketika Engkau menyudahi hari-hariku .. dengan rahmat wahai Yang merahmati orang-orang yang meminta perlindungan kepada .. dan Maha mengampuni orang-orang bersalah yang memohon ampunanMu...

اللهم أعني على غمرات الموت وسكرات الموت

Ya Allah tolonglah aku untuk menghadapi penderitaan tatkala mati dan sakaratnya....

Semoga bermanfa'at bagi kita....

Wallohu a'lam bis shawab